
Reportikaindonesia.com // Toraja Utara, Sulawesi Selatan – Pengetahuan adalah kekuatan dan kehadiran perpustakaan di daerah merupakan loncatan besar. Karena, dari 514 kabupaten/kota, yang kita bangun baru 146 perpustakaan di daerah, sepenggal ucapan Kepala Perpusnas disambutan saat meresmikan Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Toraja Utara, Kamis (15/06/2023). Kegiatan dirangkai dengan pengukuhan Bunda Literasi dan sosialisasi Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM).
Kini Kabupaten Toraja Utara punya Gedung Perpustakaan Umum Daerah yang megah. Gedung berkelir biru beraksen khas Tongkonan setinggi tiga lantai tersebut dilengkapi dengan sejumlah fasilitas lain, seperti ruang baca, ruang multimedia, ruang literasi, galeri, dan berbagai fasilitas lain. Lokasinya strategis, berada di jantung kota Toraja Utara.
Sekretaris Daerah Toraja Utara Torut Salvius Pasang juga bangga dengan dibangunnya gedung perpustakaan atas bantuan Pemerintah Pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) 2022. Menurutnya, perpustakaan punya peran penting dalam pembangunan SDM. Lewat membaca, siapa pun dapat berkembang pengetahuannya.
“Anak-anak pelajar nanti akan kita atur jadwal kunjungan ke perpustakaan. Kita harus mulai membiasakan sehingga akhirnya terbiasa,” ucapnya, di lokasi acara.
Salvius Pasang menambahkan Wilayah Toraja sudah lama dikenal sebagai penghasil kopi yamg mendunia. Bahkan, 20 tahun lalu, produksi kopi di Toraja sanggup mencapai 1 ton per hektar. Kini, hanya mampu menghasilkan 200 kilogram per hektar. “Itu akibat kita kurang membaca sehingga kita tidak mengetahui dan memahami apa yang menjadi potensi wilayah sendiri.
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando menegaskan, pembangunan perpustakaan merupakan bukti kehadiran Pemerintah dalam membantu mencerdaskan anak bangsa yang telah menjadi komitmen bersama semua pihak.
“Kita sadar, setelah ratusan tahun dijajah, dampak psikologis yang dirasakan masyarakat cukup besar. Penjajahan membentuk para kapitalis berkuasa, paham imperialisme berkembang dan menghasilkan kebodohan yang menjadi pangkal kemiskinan,” ujar Syarif Bando.
Imbas dari kemiskinan, tambah Syarif, mengakibatkan efek domino ke banyak hal. Seperti akses masyarakat ke pengetahuan tidak terjangkau, skill yang tidak terasah, pemodalan yang kurang, yang dan turut dipengaruhi culture budaya yang malas yang masih dominan.

Syarif Melanjutkan, Dunia berubah sesuai arah pengetahuan yang kita miliki. Dan pengetahuan yang kita miliki sesuai tingkatan akses kepada bahan bacaan.
Dengan perpustakaan ini, potensi kewirausahaan dan pariwisata juga bisa digarap dengan meningkatkan pemahaman atas potensi alam sekitar. Tak lupa, ia juga berpesan agar menggunakan narasi-narasi yang baik agar orang lain tahu dan mengenal kekayaan Toraja Utara. Banyak koleksi-koleksi di perpustakaan yang bisa membawa siapa pun untuk menggali bakat dan kemampuan yang dimilikinya. “Perpustakaan harus jadi ruang besar bagi masyarakat Toraja Utara,” ucap Syarif.
Budaya literasi merupakan isu yang strategis. Karena kehadiran orang-orang yang berpengetahuan berbanding lurus dengan literasi. Ketika budaya baca tinggi, maka masyarakat menjadi lebih kreatif, inovatf, dan kesejahteraan.
Sementara, pegiat literasi Sulawesi Selatan Aloysius Lande mengaku telah puluhan tahun membantu Pemprov Sulsel dalam menggalakkan minat baca. Lande mengisahkan bagaimana ia membuat dua kelompok baca, yakni grup yang tidak pernah tersentuh bahan bacaan dan grup yang sudah bisa baca, yang rata-rata berprofesi sebagai tukang becak.
Bersama aktivis lain, setelah tiga tahun berjalan, ikhtiar yang dilakukan mulai menampakkan hasil. Anak-anak yang semula ogah, kini mulai tertarik membaca. Begitu juga dengan komunitas tukang becak yang sudah berani bercerita dari yang dibacanya.
“Di Makassar kami memanfaatkan lorong-lorong yang biasa dijadikan tempat bermain anak. Di situ kami dirikan pojok baca. Buku-buku bacaan kami dapatkan melalui donatur,” Pungkasnya.
(Salmon)