
Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Mengawali kegiatan audensi dari LBH Merah Putih di DPRD Kota Tasikmalaya, jumat (31/05) terkait keberadaan pabrik tahu di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya.
Hadir dalam audensi tersebut dari Dinas Lingkungan Hidup Bidang P3LH yang diwakili oleh Giri, Pol. PP, Dinas PUTR dan DPMPTSP.
Tepat pukul 10.02 WIB audensi dibuka oleh Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya Enan dari PAN. Selanjutnya dari pihak Ketua LBH Merah Putih Devi Fadillah menyampaikan, sebagai landasan kami melakukan audensi mengacu pada UU Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal-hal yang termasuk ke dalam tugas LBH Merah Putih Tasikmalaya antara lain menjamin Keadilan bagi penerima bantuan hukum Lembaga Bantuan Hukum adalah instansi yang terbentuk dengan tujuan untuk menjamin hak-hak masyarakat agar mendapatkan keadilan. Semua orang adalah sama dalam hukum, tidak terkecuali masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Menyikapi dan menyimak, berdasarkan pemberitaan di salah satu media Online dengan judul, “Kelalaian atau Pembiaran Terhadap Tanggungjawab Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup”.
Terkait dengan penanganan terhadap dugaan pelanggaran perusakan serta pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh pelaku usaha pabrik olahan yaitu “Tahu” yang beralamat di wilayah RT 03 RW 07 Kelurahan Bungursari Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya, diketahui belum mendapatkan izin dari Dinas terkait, dalam hal ini Tindak lanjut dari Dinas Lingkungan Hidup kota Tasikmalaya sebagai OPD teknis atau OPD pengampu seperti apa dan bagaimana ?
Dalam audensi tersebut diketahui keberadaan pabrik tahu tersebut, semenjak adanya laporan masyarakat terkait dugaan pencemaran dari aktivitas produksi tahu tersebut baru dilakukan proses perizinannya, tentunya atas dorongan dari berbagai pihak. Tentunya hal ini sangat disayangkan oleh Endra Pembina LBH Merah Putih, yang mempertanyakan kinerja dari dinas terkait yang terkesan lambat.
Dari perwakilan DPMPTSP menyampaikan prosedur perizinan melalui mekanisne OSS yang dirasakan masih adanya kekurangan, seperti dalam KPPR yang hanya menuliskan alamat sudah dinyatakan lolos, begitu juga terkait dokumen kingkungan dalam hal ini SPPL.

Sementara dari Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan, dengan adanya laporan masyarakat pihaknya cros cek lapangan sebagai upaya investigasi sebagai dasar tindakan berikutnya. Pihaknya juga mengupayakan dalam pemantauannya agar nengurus perizinannya berikut upaya pencegahan pencemaran lingkungan.
Ada yang nenarik diakhir auden tersebut disampaikannya temuan baru yang sekaligus sebagai laporan disampaikan di depan OPD terkait yang hadir, yakni ditemukannya ada tempat penggemukan sapi atau lokasi kandang sapi yang diklaim ada sebanyak 120 ekor sapi, diduga belum memilki PBG ( Persetujuan Bangunan Gedung ) yang luput dari pengawasan.
Perizinan merupakan instrumen pengendali serta benteng terakhir dalam menjaga terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan dan menjaga kesesuaian kegiatan tetap dalam koridor rencana penataan ruang ( RTRW ). Semoga !!
(Din)