
Oleh : Hasbullah Fudail (Wija To Maru).
Reportikaindonesia.com // Maros, Sulawesi Selatan – Kabupaten Maros sebagai salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan berbatasan dengan kota Makassar, banyak menyimpan hal yang masih misteri tentang peradaban unik sejarah kemajuan manusia untuk dapat dilihat dan ditelusuri bahkan dipelajari oleh para ahli arkeologi di masa modern saat ini. Maros banyak menyimpang misteri sejarah perkembangan peradabaan manusia modern . Hal ini terungkap atas jejak manusia prasejarah yang ditemukan di Gua Pettae (sekitar 11 km dari Kota Turikale atau 44 km dari Kota Makassar). Serta Goa batu kapur di Leang-Leang berupa lukisan berbagai gambar” buatan tangan manusia purba berupa gambar hewan, tangan, orang berburu .
Hasil penelitian arkeolog (ilmu yang mempelajari bangunan, kuburan, peralatan, dan benda-benda lain dari orang-orang yang hidup di masa lalu), menyebutkan bahwa gua bersejarah tersebut telah dihuni oleh manusia sejak zaman megalitikum sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi . Disinilah selanjutnya turun-temurun dan beranak-pinak hingga saat ini, Akhirnya untaian sejarah tersebut menjadi “benang merah” tentang asal-muasal orang-orang Maros atau biasa disebut dengan istilah ” Wija to Maru atau Putra Maros”.
Dalam momentum HUT Kemerdekaan RI ke 79, Lembaga Adat Kekaraengan Turikale sebagai bagian dari rumpun adat (kerajaan Turikale) di Maros, mencoba menggagas untuk dibentuknya ”Kawasan Heritage Turikale Maros” sebagai pusat sejarah pemerintahan dan tempat direncanakan dan dibangunnya kabupaten Maros. Sepeti diketahui bahwa sejarah terbentuknya kabupaten Maros banyak digagas dan dibicarakan serta menjadi salah satu miniatur terbentuknya kabupaten Maros di Turikale.
Harian Marhaen terbitan pada tahun 1957 menuliskan bahwa 26 Agustus 1956 ada kesepakatan beberapa tokoh Maros diwakili H. A. Mapparessa Dg. Sitaba (Karaeng Turikale ) dan H. A. Siradjuddin Dg Maggading (Karaeng Simbang) menghadap Gubernur Militer Andi Pangerang Pettarani di Makassar. Pertemuan bertujuan agar tuntutan Maros sebagai ibu kota kabupaten segera dipenuhi, apabila tidak terpenuhi, maka badan yang telah dibentuk akan memperjuangkan Maros sebagai kabupaten tersendiri.
Kawasan heritage didefinisikan sebagai kawasan warisan masa lalu, juga menyangkut tentang apa yang saat ini dijalani manusia, dan apa yang kelak dipertahankan untuk generasi mendatang, dalam arti lain heritage merupakan sesuatu yang seharusnya dipertahankan dan diregenerasi kepada penerus selanjutanya. Sampai saat ini kabupaten Maros belum memiliki kawasan heritage sebagai awal mula terbentuknya kabupaten Maros. Adapun beberapa alasan perlunya dibangun kawasan heritage di Turikale mencakup: Titik Nol Kilometer Seperti layaknya suatu kota, maka titik “Nol Kilometer” menjadi simbol keberadaan perjalanan suatu kota dimulai pembangunannya.
Keberadaan Titik nol kilometer adalah suatu penanda geografis atau patokan pengukuran jarak yang terdapat di suatu wilayah. Titik nol kilometer juga berfungsi sebagai referensi pembangunan dalam satu wilayah. Titik Nol Kilometer kabupaten Maros terdapat di Jalan Sultan Hasanuddin pas terletak di depan kantor Kekarengan Turikale di Kelurahan Turikale.
Pusat Pemerintahan Pertama Maros
Pada tahun 1796I Lamo Daeng Ngiri membuka babakan baru di Turikale setelah menjadikan Turikale tidak saja sebagai daerah pengembangan agama islam, tetapi juga sebagai sebuah daerah yang berotonomi dan berpemerintahan sendiri. Hal ini tentu sangat memungkinkan bagi I Lamo Daeng Ngiri, sebab Turikale telah memiliki pengaruh yang sangat luas. Turikale kemudian diproklamirkan sebagai sebuah Kerajaan berpemerintahan sendiri yang lepas dari kekuasaan hukum kerajaan mana pun juga di Maros.
Atas perjuangan Panitia Persiapan Kabupaten Maros dibawah ketua Karaeng Turikale VII H. A. Mapparessa Dg. Sitaba tetap memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Maros sebagai Kabupaten tersendiri sampai dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Se-Sulawesi. Pada tanggal 4 juli 1959, secara administratif Kabupaten Maros resmi dibentuk sebagai Daerah Swantantra tingkat II, ibu kota berkedudukan di Kota Maros, dan kuota jumlah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah 15 orang anggota melalui dasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 Bab I Pasal 1, 2 & 3 sehingga Maros terbentuk secara resmi.
Rumah Adat Kerajaan dan Penobatan Karaeng Turikale Sebagaimana layaknya sebagai sebuah Kerajaan yang berperan penting dalam perkembangan suatu daerah, maka keberadaan istana/perkantoran atau lainnya senantiasa menjadi simbol atas eksistensi kerajaan tersebut. Sampai saat ini peninggalan bangunan ataupun istana Kerajaan Turikale sudah tidak ditemukan lagi.
Selain itu kelanjutan dan penobatan Karaeng Turikale paska Maros terbentuk setelah hampir 73 tahun tidak pernah ada penobatan Karaeng Turikale ke-8. Maka pada tanggal 9 September tahun 2019 Lembaga Adat Kekaraengan Turikale Maros menggelar penobatan Karaeng Turikale. Penobatan ini dihadiri langsung Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Bupati Maros Chaidir, PJ Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb. Selain itu turut hadir 70 raja dan sultan se Nusantara, Sultan Sepuh Cirebon, Sultan Sumbawa, Raja Tapanuli Selatan, Sultan Sekala Berak Lampung, Sultan Kutai Kartanagara. Juga hadir 8 bangsawan luar negeri yang menyaksikan prosesi penobatan ini, di antaranya dari Amerika Serikat, Malaysia dan Meksiko.
Pengembangan Tarekat Khalwatiyah Samman Wilayah Kerajaan Turikale di Maros menjadi saksi sejarah atas perkembangan tarekat Khalwatiyah Samman yang pernah mengalami jaman keemasan, karena menjadi rujukan dan dikunjungi banyak jemaahnya dari berbagai daerahh di Sulawesii Selatan.
Tokoh atau dikenal dengan nama Mursyid bernama Syeck Abdul Razak Al Buni Al Bugis dengan memusatkan dakwahnya di Turikale dengan peninggalan masjid Urwatul Wutsqa sebagai masjid pertama di Kabupaten Maros dengan berada di lingkungan Kerajaan Turikale. Sebelum meninggal beliau hijrah ke daerah pesisir Pantai kabupaten Maros yaitu Leppakomai dan menjadikan daerah tersebut sebagai tempat peristirahatan terakhir. Selain itu penyebaran tarekat ini juga merambah ke wilayah Pattene yang berbatasan dengan kota Makassar. Dalam tradisi tarekat Khalwatiyah Samman tiga daerah tersebut Turikale, Leppakomai dan Pattene dikenal dengan sebutan Pasitllesai.
Dalam sejarahnya, tarekat Khalawatiyah Samman (tarekat Mutabarah) mengambil sanad dari seorang ulama besar di Madinah bernama Syekh Muhammad Ibdu Abdul Kari Assamman sekitar abad ke-18 sampai ke nabi Muhammad SAW. Ajaran tarekat ini menyebar sampai ke Indonesia dan mulai besar di Sulawesi Selatan khususnya di Maros pada masa kerajaan Turikale di Maros dengan rajanya yang keempat, Andi Sanrima Daeng Parukka.
Untuk mewujudkan ide Pembangunan Kawasan Heritage Turikale tersebut, maka keluarga Besar Turikale baik yang ada di Maros maupun di perantauan bersepakat untuk memulai direncanakan pembentukan Kawasan Heritage Turikale melalui Silaturahmi mempersiapkan berbagai Langkah dan program.
Khusus di Jakarta telah dilakukan pertemuan di kantor BSK Kemendagri Jumat 16 Agusutus 2024 dengan Tim Kecil yang dipimpin langsung Ketua Lembaga Adat Kekaraengan Turikale A.A. Mapparessa bersama Aferi Syamsidar , Andi Baharullah , Saiful Anam, Hasbullah Fudail, Emil Sanrima dan Zainuddin, Beberapa hasil yang disepakati antara lain:
1. Rencana Pembangunan Kawasan Heritage, Lokasi yang akan dijadikan Kawasan ini tepat berada dalam tanah warisan dari Karaeng Turikale ke VII yang terletak di kelurahan Turikale persis di Lokasi ketika pemerintahan Karaeng Turikale bertahta.
2. Perlunya menunjuk Sulewatan atau Pejabat Kekaraengan Turikale, dengan jabatan Karaeng Turikale VIII A.A. Mapparesa sebagai Ketua Forum Silaturahmi Kerajaan Nusantara (FSKN) dan banyak berdomili di Jakarta maka ditunjuk Andi Haris Nasrullah Yahya sebagai Salewatang Karaeng Turikale di Maros.
3. Konsolidasi Organisasi, perlu segera diakukan konsolidasi Lembaga Kekaraengan Turikale untuk menjalankan berbagai program yang bersipat agenda tahunan maupun agenda tidak tetap dengan sistem penganggaran yang akuntabel.
Sementara itu, Tim Keluarga Karaeng Turikale ( A. Muh Sata, A. Harmil, A. Riza, A. Gunawan, Ryuliyanto Mambani) yang ada di Maros juga telah melakukan beberapa langkah-langkah implementatif untuk mendorong percepatan pembangunan “Kawasan Heritage Turikale Maros” melalui :
1. Pengukuran dan sertifikasi lahan sebagai rencana hibaah ke pemerintah kabupaten Maros. Lokasi rencana Kawasan Heritage yang dahulunya merupakan tanah milik Karaeng Turikale yang telah diwariskan kepada keturunnya saat ini sedang dilakukan pengukuran untuk diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM). Diharapkan dengan terbitnya sertifikat tersebut maka proses pemberian tanah hibah kepada pemerintah kabupaten Maros dapat diproses secara legal. Selanjutnya pemerintah daerah diharapkan dapat membangun Kawasan tersebut dengan membangun rumah adat kekaraengan (istana kekaraengan) , perkantoran dengan segala perlengkapannya.
2. Usulan Renovasi Kantor Karaeng Turikale Selain itu Tim Maros juga sudah melakukan proses administrasi agar kantor Kekaraengan Turikale yang hari ini sudah mendekati keruntuhan bisa segera dilakukan renovasi dengan tanpa merubah bentuk arsiteknya seperti sedia kala. Kantor ini menjadi simbol pengakuan kekaraengan Turikale saat pertama kali Maros dibentuk dan tidak jauh dari kantor tersebut terletak Titik Nol Kilometer kabupaten Maros.
3. Momentum Maulid dan Haul Karaeng Turikale IV Untuk menghimpung Kembali potensi keluarga besar Turikale yang berada di berbagai intitusi baik di pemerintahan maupun swasta yang berada di Maros maupun luar Maros, maka momentum Maulid Nabi Muhammad dan Haul Karaeng Turikale IV menjadi kesempatan yang baik melakukan konsolidasi Lembaga Kekaraengan TUrikale sekaligus mempercepat Pembangunan Kawasan Heritage Turikale. Pada moment ini akan diadakan berbagai rangkaian acara seperti Sunatan Massal, Donor Darah, Tudang Sipulung Keluarga Besar Turikale, Penobatan Salllewatang, Pembacaan Albarzanji, Khataman Alquraan. Ziarah ke makam Keluarga Karaeng Turikale.
Semoga didalam suasana HUT Kemerdekaan RI ke 79, kabupaten Maros dan Keluarga Besar Karaeng Turikale bisa mendorong untuk mempersembahkan terbangunnya “Kawasan Heritage Turikale Maros” sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan kepada para pendiri kabupaten Maros.
• Red