
Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Mengingat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pemerintah kota Tasikmalaya melalui Bagian Umum, melaksanakan Kegiatan di TA 2025, yakni Belanja Sewa Bangunan Gedung Tempat Tinggal Lainnya – Penyediaan Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah
Pagu anggaran Rp. 366.000.000,- dengan kode RUP 55255609, dengan menggunakan metode pemilihan penyedia Pengadaan Langsung.
Dugaan adanya ketidakterbukaan dalam proses kegiatan tersebut mencuat ke publik. Sejumlah pihak mempertanyakan kejelasan informasi terkait mekanisme, biaya, serta alasan di balik penyewaan rumah dinas tersebut yang dinilai tidak transparan.
Berdasarkan informasi yang beredar, diduga terdapat ketidaksesuaian antara anggaran yang tercantum dalam dokumen resmi dengan kondisi aktual rumah yang disewa. Menurut informasi sementara ini Rumah Dinas Walikota Tasikmalaya yang beralamat di Simpang Lima a.n kepemilikan Salah satu Dokter yang beralamat di wilayah Indihiang itu sudah di sewa kisaran 350jt/per-tahun dan sudah deal disewa selama 2 tahun.
Padahal, menurut narasumber yang tidak mau disebutkan namanya bahwa sewa rumah pinggir jalan disepanjang jalan kapten naseh hingga simpang lima rata-rata dikisaran paling tinggi 100 jt, contoh sewa rumah untuk kantor BNN dikisaran 75 jt/per-tahun. Maka, dalam hal ini menimbulkan adanya potensi dugaan penyalahgunaan anggaran serta pelanggaran terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan transparan.
Endra Rusnendar SH selaku Pembina Yayasan DPP LBH Merah Putih Tasikmalaya Kepada reportikaindonesia.com Santi (12/04) menyampaikan,“ Bahwa, Kami menilai perlu adanya audit dan keterbukaan informasi dari Pemerintah Kota Tasikmalaya C.q Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya (Asep Goparuloh) terkait proses sewa rumah dinas ini. Masyarakat berhak tahu bagaimana anggaran daerah digunakan,” ujar endra
Permintaan Silaturahmi/Audensi/klarifikasi resmi telah dilayangkan pada tanggal 07 maret 2025 kepada Pemerintah Kota, namun hingga saat ini belum ada penjelasan yang memadai dari pihak terkait.
Kami akan segera menyurati ke BPK provinsi agar mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Daerah, serta lembaga pengawas independen lainnya untuk melakukan penelusuran mendalam dan memastikan tidak terjadi penyimpangan yang merugikan keuangan daerah.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan penggunaan anggaran publik, khususnya yang berkaitan dengan fasilitas pejabat daerah.
(RI-015)