
Reportikaindonesia.com //Sumedang, Jawa Barat – Jemput Bola mengenai kasus pemberitaan viral media massa mengenai Dokter Residen Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang ditangkap, diduga melakukan pelecehan seksual kepada keluarga pasien RSHS terus dilakukan Kanwil Kementerian Hak Asasi Manusia Jawa Barat melalui Kepala Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kanwil Kemenham Jawa Barat, Nurjaman, Kepala Bidang Instrumen dan Penguatan HAM Kanwil Kemenham Jawa Barat, Petrus Polus Jadu, dan Analis Permasalahan HAM / Mediator Pada Kanwil Kemenham Jawa Barat, Irfan Zaelani dengan melakukan koordinasi dengan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UNPAD, Prof Zahrotur Rusyda Hinduan yang dilaksanakan di Ruang Rapat Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Padjadjaran (Jumat, 11/04/2025).
Kedatangan tim dari Kanwil Kemenham Jabar ini merupakan bagian dari langkah langkah yang sudah dilakukan termasuk dijelaskan juga bahwa sebelumnya telah dilakukan kunjungan koordinasi serupa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan diterima langsung oleh Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif dari berbagai pihak.
Berbicara dari perspektif HAM, Kanwil KemenHAM Jabar berpendapat bahwa Rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat aman bagi masyarakat dalam menerima layanan kesehatan namun dalam kejadian ini justru malah terjadi pelanggaran HAM salah satunya adalah hak atas rasa aman.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, rumah sakit merupakan institusi yang merupakan juga sebagai fasilitas publik selain bisnis tetapi juga rumah sakit harus memenuhi aspek rasa aman terhadap seluruh pasien yang memanfaatkan jasa dan pelayanannya. Rumah Sakit merupakan fasilitas pemenuh hak asasi manusia bukan fasilitas yang dalam kasus ini menjadi pelanggar HAM.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof Zahrotur Rusyda Hinduan, menyampaikan bahwa seluruh Civitas Akademika Universitas Padjadjaran merasa sangat prihatin terhadap kejadian ini. Kejadian yang melibatkan korban yang merupakan putri dari pasien yang sedang kritis dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Hasan Sadikin. Dimana pelaku adalah mahasiswa kami yang sedang dititipkan di RSHS sebagai siswa atau peserta pada Program Pendidikan Dokter Spesialis.
Mengorek lebih dalam, Kepala Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kanwil Kemenham Jawa Barat, Nurjaman, menanyakan kepada pihak UNPAD mengenai alur prosedur penerimaan program Pendidikan Dokter Spesialis, penempatan peserta program tersebut, Peran dari masing masing institusi yaitu Universitas Padjadjaran dan RSHS, sampai sejauh mana pengawasan yang dilakukan oleh masing masing instansi dan juga kewenangan masing-masing instansi.
Pada kesempatan yang sama pihak UNPAD menjelaskan kronologis peristiwa dari mulai malam tanggal 17 Maret 2025 hingga kabar terkini. Beliau menyampaikan bahwa apa yang dilakukan pelaku diluar tindakan kriminalnya juga melanggar semua prosedur dan SOP yang ada. Pelaku melakukan tindakan yang tidak disuruh atau diperlukan dalam tindakan medis. Dalam hal melakukan pengambilan darah untuk pencocokan darah antara korban dan orang tua korban yang sedang dirawat sama sekali tidak diperlukan proses pembiusan. Pembiusan dilakukan pelaku hanya untuk memudahkan niatan tindakan tercelanya.
Pihak Kampus Universitas Padjadjaran kurang dari 24 jam sudah melakukan serangkaian tindakan diawali dengan mengundang yang bersangkutan untuk dimintai keterangan, memanggil istri dan keluarga pelaku untuk dimintai keterangan dan diteruskan dengan melakukan sidang etik oleh tim dari Universitas Padjadjaran dan langsung menjatuhkan hukuman disiplin terhadap pelaku berupa pemberhentian sementara ybs pada program Pendidikan Dokter Spesialis.
Pemberhentian sementara pada program Pendidikan Dokter Spesialis tersebut dijatuhkan kepada yang bersangkutan karena masih menunggu proses visum dan hasil pembuktian lain yang dilakukan bersama tim dari kepolisian. Pihak Kampus Universitas Padjadjaran juga mendukung tindakan hukum polisi yang langsung melakukan penahanan terhadap pelaku.
Tanggal 9 April 2025 setelah pihak kampus mendapatkan hasil visum dari kepolisan, yang bersangkutan ditetapkan diberhentikan secara permanen atau drop out (DO) dari Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Padjadjaran.
Kepala Bidang Instrumen dan Penguatan HAM Kanwil Kemenham Jawa Barat, Petrus Polus Jadu menanyakan beberapa pertanyaan diantaranya mengenai rekam jejak dan karir pelaku selama ini, prosedur penjatuhan hukuman disiplin, hak-hak para siswa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis termasuk didalamnya pelaku, Teman seangkatan pelaku peserta PPDS, fungsi kontrol, tahapan pembelajaran, praktek dilapangan, aksesibilitas ruangan, penggunaan alat-alat medis yang digunakan pada saat kegiatan, dll. Pertanyaan tersebut disampaikan dalam rangka menggali potensi penyebab pelaku melakukan hal tersebut. Disampaikan kembali bahwa Tim dari Kanwil Kemenham Jawa Barat bukan bermaksud untuk menjustifikasi tetapi mencari jalan tengah dan solusi dalam penanganan dugaan pelanggaran HAM ini.

Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UNPAD, menyampaikan bahwa seleksi PPDS, PPDG, dll. merupakan salah satu profesi agung atau luhung. Untuk menjadi dokter secara umum dan khususnya untuk mengikuti PPDS tentunya ada serangkaian tes psikologi. Namun tes psikologi yang dilakukan tersebut lebih untuk melihat apakah yang bersangkutan secara kognitif akan bisa menyelesaikan studinya atau tidak.
Tes psikologi tersebut diakui tidak bisa secara mendalam dan serta merta secara klinis dapat menggali dan memprediksikan 100 persen perilaku atau penyimpangan seseorang. Tes tersebut diperkirakan bisa dibilang hanya bisa menggali seseorang sekitar 30 persen. Perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam secara psikologi dan psikiatri untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Dalam kasus ini, menurut ilmu pengetahuan banyak faktor yang memungkinkan menjadi penyebabnya. Pelaku kesehariannya biasa saja. Tidak menonjol sangat baik pun juga tidak menonjol buruk. Secara kasat mata pelaku tidak terlihat adanya penyimpangan atau ketidaknormalan.
Wakil Rektor juga menjelaskan mengenai pola kerjasama antara UNPAD dengan RSHS yang sudah terjalin sejak lama melalui Perjanjian Kerjasama dan MoU dengan melalui proses perjalanan panjang pula.
Para peserta PPDS UNPAD yang juga sebagai peserta Internship atau magang di RSHS dengan kewenangan terbatas. Ditempatkan di RSHS dan jejaring tempat lainnya.
Pihak UNPAD pada saat ini juga sedang melakukan tindakan-tindakan untuk memastikan keberlangsungan pelaksanaan PPDS sekaligus di waktu yang sama ingin memberikan efek jera kepada semua pihak agar kejadian seperti ini tidak akan pernah terulang kembali.
Senada dengan yang disampaikan Wakil rektor bidang akademik, Nurjaman menyampaikan bahwa Koordinasi yang dilakukan oleh Kanwil Kemenham Jawa Barat bertujuan untuk memastikan agar peristiwa ini tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
Tim Kanwil Kementerian Hak Asasi Manusia Jawa Barat menghimpun seluruh data, informasi dan fakta yang didapatkan dari pihak Universitas Padjadjaran pada kegiatan kunjungan koordinasi ini. Beberapa tahapan, langkah langkah, mekanisme dan prosedur selanjutnya terhadap penanganan dugaan pelanggaran HAM akan dilakukan dan dipedomani oleh Kantor Wilayah Kemenham Jawa Barat termasuk dengan menghimpun data, informasi dan fakta lain dari pihak pihak lainnya yaitu Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, Kepolisian Daerah Jawa Barat, korban serta dari pelaku agar dapat menghasilkan analisa, rekomendasi dan solusi dalam rangka penanganan dugaan pelanggaran HAM untuk selanjutnya melaporkan kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Hak Asasi Manusia.
• Red