
Reportikaindonesia.com // Jawa Barat – Sebagai komunitas yang peduli terhadap kesadaran hukum dan hak asasi manusia di kalangan pelajar, KOPPETA (Komunitas Pemuda Pelajar Pecinta Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Barat) dan FPSH HAM memandang bahwa pendidikan karakter adalah fondasi penting dalam membentuk generasi muda yang tangguh, bertanggung jawab, dan beretika. Di tengah tantangan zaman, pembentukan karakter yang kuat perlu didorong melalui berbagai pendekatan, termasuk melalui kebijakan pelatihan pendidikan karakter berbasis bela negara.
Pada tanggal 18 Mei 2025, Komunitas Pemuda Pelajar Pecinta Hak Asasi Manusia (KOPPETA) berkolaborasi dengan Forum Pelajar Sadar Hukum Jawa Barat telah melakukan kunjungan dan observasi langsung ke Depo Pendidikan Bela Negara di Cikole, Lembang, Jawa Barat. Kunjungan ini merupakan bagian dari inisiatif kami untuk menyuarakan kebenaran yang berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perlindungan terhadap hak-hak manusia peserta didik.
Program yang kami kunjungi merupakan bagian dari kebijakan yang diusulkan oleh Kang Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, sebagai salah satu strategi pendidikan karakter berbasis kedisiplinan dan bela negara yang ditujukan kepada peserta didik di jenjang SMA se-Jawa Barat.
Dalam kunjungan ini, kami mewawancarai beragam pihak, di antaranya:
1. Para peserta didik
2. Orang tua siswa
3. Tim Pembina Guru
4. Tim pelaksana program di lapangan.
Dari pengamatan langsung serta dialog yang kami lakukan, kami mencatat beberapa hal berikut:
1. Semangat dan adaptasi peserta didik sangat tinggi. Mereka menunjukkan kedisiplinan, kebersamaan, serta sikap tanggung jawab yang mulai terbentuk selama mengikuti program.
2. Pola hidup sehat dan aktivitas sistematis menjadi ciri utama keseharian mereka. Dari waktu makan, istirahat, hingga latihan, semuanya berjalan tertib dan mendidik secara fisik dan mental.
3. Setiap akhir pekan, peserta didik dapat bertemu langsung dengan orang tua mereka dalam momen yang sarat nilai emosional dan pendidikan karakter. Bahkan, di akhir sesi di mana peserta dan orang tua meminta maaf dan berinteraksi langsung sebagai bentuk penguatan moral dan refleksi diri.
4. Atmosfer yang kami lihat tidak mencerminkan suasana tekanan atau intimidasi. Justru, peserta menyampaikan adanya rasa bangga, harapan, dan motivasi baru untuk memperbaiki diri.
Menanggapi Isu & Aduan yang Beredar:
Sehubungan dengan enam poin aduan yang dilaporkan oleh pihak tertentu dan menjadi perhatian publik, KOPPETA menyampaikan bahwa:
– Isu ancaman tidak naik kelas, pemaksaan, serta tidak adanya asesmen psikologis profesional sebaiknya ditelusuri lebih lanjut dengan pendekatan yang lebih menyeluruh. Di lapangan, kami tidak menemukan bukti langsung atau pengakuan dari peserta maupun orang tua yang mengarah ke bentuk ancaman ataupun pemaksaan.
– Keluhan kelelahan dan kurangnya fokus saat kegiatan lebih kami lihat sebagai dampak wajar dari proses adaptasi terhadap pola kegiatan baru yang padat, namun tetap berada dalam batas aman karena di awasi lebih cepat oleh tim pelaksana program di lapangan.
– Terkait pembina yang diduga belum memahami prinsip perlindungan anak, memang penting adanya penguatan pelatihan dan pembekalan kepada seluruh pembina. Namun, kami juga mencatat bahwa interaksi pembina dengan peserta tetap dalam koridor profesional dan edukatif.
– Mengenai ketidakjelasan alasan pengiriman peserta, dalam wawancara kami dengan pihak keluarga dan siswa, hampir seluruhnya memahami alasan keterlibatan mereka dalam program, baik dari aspek latar belakang pribadi maupun rekomendasi sekolah.
KOPPETA x FPSH HAM menilai bahwa pendekatan seperti ini perlu dikaji secara berkelanjutan namun tidak serta-merta disalahpahami. Prinsip “mendengar langsung sebelum menyimpulkan” menjadi nilai yang kami pegang dalam melakukan observasi ini. Program ini memiliki potensi menjadi bagian penting dalam upaya pendidikan karakter generasi muda, selama tetap menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia dan pedagogi yang bijak.
Kami mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam program ini dan berharap ruang dialog terus terbuka agar program serupa bisa berkembang lebih inklusif, adaptif, dan berpihak kepada masa depan anak-anak bangsa.
• Red