
Reportikaindonesia.com // Bandung, Jawa Barat – 15 Juni 2025. Keuskupan Bandung menunjukkan komitmen kuatnya dalam menjaga dan meningkatkan toleransi di Kota Bandung dan Jawa Barat. Hal ini ditegaskan dalam sebuah pertemuan penting yang diselenggarakan di Gedung Pastoral Keuskupan Bandung pada 15 Juni 2025, yang dihadiri oleh berbagai tokoh dari unsur pemerintahan dan keagamaan.
Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi atas polemik terkait Gedung Serbaguna (GSG) Arcamanik yang sempat menjadi sorotan. Hadir dalam acara tersebut antara lain Pimpinan Tinggi Keuskupan Bandung (para imam/romo), Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, Uskup Bandung sekaligus Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius, Perwakilan Kantor Wilayah Kementerian HAM (Kanwil KemenHAM) Jawa Barat, serta Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung.
Kota Bandung sempat mendapat label sebagai wilayah intoleran akibat polemik tersebut. Namun, para tokoh yang hadir sepakat bahwa label ini tidak mencerminkan realita di lapangan. “Kami, atas atensi khusus Bapak Menteri HAM Natalius Pigai, melalui Kanwil KemenHAM Jawa Barat, telah melihat langsung dinamika di lapangan selama tiga bulan dalam kasus ini. Justru kami menemukan semangat keterbukaan di tengah masyarakat. Tuduhan intoleran terhadap Jawa Barat selalu menjadi perhatian serius kami,” tegas Hasbullah Fudail, Kepala Kanwil KemenHAM Jawa Barat.
Walikota Bandung, Muhammad Farhan, juga menyampaikan pengalamannya dalam menangani konflik ini. “Saya bingung awalnya bagaimana menyikapinya. Tapi saya yakin, kebebasan beragama dan berekspresi adalah prinsip konstitusional yang harus dijaga,” ujarnya. Farhan menceritakan upayanya berdiskusi langsung dengan 21 warga hingga larut malam di Pendopo Kota untuk mencari solusi bersama, didampingi Kanwil Kemenkumham Jawa Barat dan Kesbangpol Kota.
Salah satu titik penting dalam penyelesaian konflik ini adalah kesepakatan mengenai GSG Arcamanik. Akan dicarikan tempat yang lebih representatif serta sesuai peruntukan tata ruang. Langkah ini menjadi simbol komitmen bersama untuk mengedepankan harmoni sosial.
Uskup Bandung Mgr. Antonius mengungkapkan rasa syukurnya atas proses damai yang sedang berlangsung. “Kami ingin mendukung dan mendoakan para pemangku kebijakan, agar Bandung tetap menjadi kota toleran. Sepuluh tahun lalu Bandung dideklarasikan sebagai ‘Human Rights City’, dan sekarang kita punya tantangan untuk menghidupkannya kembali,” pungkasnya.
Kesepakatan bersama antara warga dan pihak gereja, yang disusun atas dorongan Walikota dan Gubernur, menjadi langkah konkret menuju solusi damai. Komitmen pemindahan lokasi ibadah secara sukarela, penyusunan tata ruang baru, hingga pelibatan masyarakat menjadi dasar dari semangat rekonsiliasi ini.
“Kami senang dan bangga jika kegiatan keagamaan bisa kembali berlangsung secara kondusif. Bahkan kami dari Pemerintah Kota siap mendukung jika Keuskupan ingin menghadirkan wisata religi dan kegiatan ibadah terbuka, yang bisa menjadi wajah Kota Bandung sebagai kota hak asasi manusia,” tutup Walikota Muhammad Farhan.
Kanwil Kemenkumham Jawa Barat juga menyampaikan harapan besar agar Menteri HAM serta Gubernur Jawa Barat dapat hadir dalam kegiatan simbolik untuk menyembuhkan luka sosial dan memperkuat kembali kebersamaan dan persaudaraan antar warga.
Dengan semangat kolaborasi ini, seluruh pihak berharap Bandung dapat menjadi contoh keberhasilan penyelesaian konflik berbasis dialog, empati, dan penghormatan hak asasi manusia sekaligus menjadi model bagi provinsi lain di Indonesia.
• Red