
Reportikaindonesia.com // Bandung, Jawa Barat – Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia Jawa Barat menjalin kolaborasi strategis dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam upaya menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Pertemuan berlangsung di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat. Selasa 8/07/2025.
Hadir dari pihak Kanwil Kemenham Jawa Barat, Kepala Kantor Wilayah Hasbullah Fudail, Kabid Instrumen dan Penguatan HAM Paul, serta Kabid Pelayanan dan Kepatuhan HAM Nurjaman.
Sementara itu, Komnas Perempuan diwakili oleh para komisioner yakni Dahlia Madanih, Rr. Sri Agustini, Chatarina Pancer Istiyani, Devi Rahayu, dan Sundari Waris, serta perwakilan dari Gugus Kerja Perempuan dan Kebhinekaan (GKPK).
Dalam pertemuan tersebut, dibahas secara mendalam perkembangan penanganan dua kasus besar kekerasan seksual di Jawa Barat, salah satunya yang terjadi di RSHS Bandung. Kepala Kanwil Kemenham Jabar menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan serangkaian langkah koordinatif dan tinggal satu tahap lagi sebelum mengeluarkan rekomendasi resmi. Semua pemangku kepentingan termasuk korban, pelaku, dan instansi terkait telah ditemui guna menggali informasi dan menyusun tindak lanjut yang komprehensif.
“Tujuan kami adalah menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran. Kami datang untuk meminta pandangan dan masukan dari Komnas Perempuan agar rekomendasi kami berdampak luas dan tepat sasaran,” ujar Hasbullah.
Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi atas inisiatif Kanwil Kemenham Jabar dalam menangani kasus ini secara serius dan inklusif. Komnas juga menegaskan pentingnya menjadikan fasilitas kesehatan sebagai ruang aman bagi perempuan, serta mendukung penguatan kerja sama lintas sektor, termasuk dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memastikan kenyamanan dan keamanan perempuan di layanan kesehatan.
Menanggapi tagline “Rumah Sakit Tidak Aman bagi Perempuan” yang sempat muncul dalam diskursus publik, Komnas Perempuan memberikan masukan agar narasi yang dibangun tidak menimbulkan ketakutan atau kegaduhan yang justru kontraproduktif terhadap upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap dunia medis.
“Bagi kami, narasi harus membangun kesadaran tanpa menimbulkan dampak negatif berlebihan. Kami mendukung penguatan sistem perlindungan, namun perlu kehati-hatian dalam menyampaikan pesan ke publik,” ujar salah satu komisioner.
Pertemuan juga menyinggung sejumlah kebijakan lain yang berdampak pada perempuan, mulai dari pengaturan pakaian di sekolah, jam malam di lingkungan militer, hingga dinamika sosial yang memicu diskriminasi terhadap identitas gender.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa perempuan adalah kelompok yang paling rentan terdampak oleh kebijakan yang tidak sensitif gender.
Sebagai penutup, kedua belah pihak sepakat bahwa penanganan pelanggaran HAM, khususnya yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, tidak bisa diselesaikan secara sektoral dan parsial. Diperlukan sinergi, kolaborasi, dan semangat kebersamaan lintas lembaga untuk menciptakan lingkungan yang adil, setara, dan aman bagi semua pihak.
• Red