
Reportikaindonesia.com // Tasikmalaya, Jawa Barat – Masyarakat pemerhati korupsi dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Merah Putih Tasikmalaya kembali menyoroti lemahnya penindakan atas laporan dugaan tindak pidana korupsi di tingkat desa. Dugaan praktik korupsi tersebut terjadi pada Tahun Anggaran 2018 dan melibatkan mantan Kepala Desa Leuwibudah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya.
LBH Merah Putih sebelumnya telah melaporkan kasus ini kepada Inspektorat Provinsi Jawa Barat karena menilai Inspektorat Kabupaten Tasikmalaya tidak serius dalam menindaklanjutinya. Namun hingga kini, belum ada langkah konkret dari pihak Inspektorat Provinsi, sehingga memunculkan dugaan adanya penguluran waktu penindakan.
Kepada reportikaindonesia.com, Kamis (24/07) menyampaikan, “Kami menduga ada upaya pengabaian dan penguluran waktu oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Hal ini memperkuat kesan bahwa institusi tersebut justru mendukung pendekatan Restoratif Justice (RJ) yang diarahkan oleh Inspektorat Kabupaten terhadap kasus yang seharusnya masuk ranah pidana,” ujar Endra dari LBH Merah Putih Tasikmalaya.
Menurut Endra, pendekatan Restoratif Justice tidak relevan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang sudah berdampak terhadap kerugian negara. Pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya untuk melemahkan proses penegakan hukum dan berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat.
LBH Merah Putih mendesak Inspektorat Provinsi untuk segera mengambil sikap tegas dan profesional dengan membuka hasil audit serta menindaklanjuti laporan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mereka juga meminta Gubernur Jawa Barat untuk turun tangan dalam mengawasi kinerja Inspektorat demi menjaga marwah pemberantasan korupsi di daerah.
“Jika tidak ada kejelasan, maka kami siap membawa kasus ini ke penegak hukum lain, termasuk Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Endra.
Sementara iru, Erlan Roeslana Ketua BALAI PEWARTA NASIONAL menyampaikan, “Upaya RJ Tidak boleh dijadikan sarana melindungi pelakubkorupsi, apalahi Jika Tidak disertai transparansi Dan akuntabilitas dalam proses penegakannya, ” tegas Erlan.
Hal ini menjadi peringatan keras bahwa praktik pembiaran, pengaburan fakta, dan pengalihan penanganan kasus melalui pendekatan non-pidana, justru berisiko menormalkan korupsi di tingkat akar rumput, yakni desa.
(RI-015)