
Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – 4 Agustus 2025. Permasalahan status kepemilikan tanah yang digunakan untuk bangunan SDN 3 Cibunigeulis, Kelurahan Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya kembali mencuat. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Merah Putih Tasikmalaya melayangkan surat resmi permohonan audiensi kepada Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk segera membuka ruang dialog guna menyelesaikan sengketa tersebut secara adil dan konstitusional.
Surat bernomor 017/YLBH-MP/VIII/2025 itu menegaskan bahwa lahan tempat berdirinya SDN 3 Cibunigeulis berdasarkan dokumen dan keterangan ahli waris merupakan milik keluarga alm. Kunjang Syarif. Namun hingga kini, Pemkot Tasikmalaya dinilai belum menunjukkan itikad baik maupun dasar hukum yang jelas atas penguasaan tanah tersebut.
“Kami sudah sampaikan permohonan audiensi secara resmi. Ini bukan klaim sepihak, tapi ada dasar dokumen dan kesaksian hukum yang kuat. Jika pemerintah daerah tetap diam, ini mencerminkan pembiaran terhadap konflik agraria yang seharusnya bisa diselesaikan secara administrasi dan dialog terbuka,” tegas Endra Rusnendar, S.H., Kuasa Hukum Non-Litigasi dari YLBH Merah Putih Tasikmalaya.
Permintaan audiensi tersebut juga bertujuan untuk:
1. Meminta klarifikasi dasar penguasaan tanah oleh Pemkot Tasikmalaya.
2. Menyampaikan bukti kepemilikan dari pihak ahli waris.
3. Menyampaikan aspirasi dan upaya penyelesaian secara musyawarah terbuka.
YLBH Merah Putih turut mengundang sejumlah pihak strategis dalam audiensi ini, termasuk BPN Kota Tasikmalaya, Dinas Pendidikan, Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum, Inspektorat, serta pihak kelurahan dan kecamatan setempat. Tujuannya agar tidak ada lagi tafsir sepihak dalam menyikapi persoalan yang telah berlangsung berlarut-larut tanpa solusi konkret.
Sayangnya, hingga berita ini dirilis, belum ada jadwal pasti atau tanggapan resmi dari Pemerintah Kota Tasikmalaya terkait permohonan tersebut. Namun demikian baru dari Pemerintahan Kecamatan yang terkonfirmasi akan hadir dalam acara tersebut.
Padahal, keterlambatan respons hanya akan memperburuk situasi dan menambah ketidakpastian hukum atas kepemilikan aset negara.
LBH Merah Putih mengingatkan bahwa penguasaan lahan oleh pemerintah tanpa dasar hukum yang sah dapat berimplikasi pada pelanggaran administrasi bahkan pidana, serta mencederai prinsip akuntabilitas pengelolaan aset daerah.
“Ini adalah ujian keterbukaan dan profesionalisme Pemkot. Jangan sampai konflik agraria seperti ini justru menjadi preseden buruk dalam tata kelola aset daerah,” pungkas Endra.
(RI-015)