
Reportikaindonesia.com // Bandung, Jawa Barat – 12 Agustus 2025. Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia Jawa Barat menggelar kegiatan penguatan pemahaman HAM kepada para guru SMP Negeri 47 dan SMP Negeri 67 Kota Bandung. Kegiatan ini menjadi momen penting, mengingat pergeseran nilai moral di dunia pendidikan yang kian mengkhawatirkan.
Dalam pemaparannya, Hasbullah (Kakanwil Kemenham Jabar) menyoroti perubahan besar dalam cara siswa memandang guru. Jika dulu guru dihormati setinggi langit, kini tak sedikit siswa yang memperlakukan gurunya tanpa etika. Situasi ini menjadi sinyal kuat bahwa sistem nilai di masyarakat terutama di kalangan pelajar tengah mengalami pergeseran signifikan, terutama terkait moral, etika, dan penghormatan terhadap otoritas pendidikan.
“Saat ini guru sering merasa tidak berdaya untuk menanamkan nilai dan etika karena takut dikriminalisasi. Padahal dulu kita sangat menghormati guru, bahkan hanya karena simbol-simbol kecil seperti lambang negara yang jatuh saja, kita sudah panik dan merasa bersalah,” ungkap Hasbullah.
Lebih jauh, Kakanwil Kemenham Jabar menegaskan pentingnya sekolah sebagai wadah utama pendidikan nilai dan HAM. Namun, tantangan semakin berat ketika guru harus berhadapan dengan siswa yang sudah terpapar gaya hidup permisif, termasuk bahasa dan perilaku yang tidak sopan. Salah satu guru bahkan mengeluhkan bagaimana ia harus menghadapi siswa yang dengan santainya mengatakan, “Bu, I love you,” di luar konteks pembelajaran.
Menanggapi hal itu, kakanwil mendorong agar guru tetap menjaga profesionalitas dan batas etika dalam berinteraksi. Mereka juga menekankan pentingnya pemahaman bahwa hak asasi manusia tidak berarti kebebasan mutlak tanpa tanggung jawab dan penghormatan terhadap norma-norma sosial dan budaya.
Acara ini juga membuka sesi dialog aktif, beberapa guru menyampaikan keresahan mereka, termasuk minimnya perlindungan hukum bagi tenaga pendidik yang berusaha menegakkan kedisiplinan. Guru dari SMP Negeri 47, misalnya, mempertanyakan perlindungan hukum terhadap guru yang dilaporkan hanya karena menegur siswa.
“Saat ini guru bisa saja dikriminalisasi hanya karena menerapkan disiplin. Kami butuh advokasi, kami butuh jaminan perlindungan agar tidak menjadi korban dalam sistem pendidikan sendiri,” ujar salah satu guru.
Tak hanya itu, isu ketidakadilan akses pendidikan juga mencuat. Salah satu guru mengungkapkan bahwa anak-anak dari keluarga ASN justru kesulitan masuk perguruan tinggi negeri akibat sistem seleksi yang tidak sepenuhnya proporsional.
Hasbullah menanggapi masukan ini dengan terbuka, menyatakan bahwa reformasi sistem pendidikan dan hukum akan terus dikawal. Mereka pun mendorong adanya restorasi nilai di sekolah, termasuk penerapan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam menangani pelanggaran siswa agar tidak langsung berujung pada kriminalisasi guru dan anak didik.
Sebagai Kementerian yang kini memiliki mandat lebih luas pasca dibentuknya Kementerian HAM oleh Presiden Prabowo, Kemenham Jawa Barat menegaskan komitmennya untuk terus hadir di dunia pendidikan. Tujuannya: memastikan setiap guru, siswa, dan elemen sekolah memiliki pemahaman dan perlindungan yang adil dalam kerangka Hak Asasi Manusia.
“Guru adalah penjaga moral bangsa. Jika marwah guru runtuh, masa depan bangsa ikut terancam,” tutup Hasbullah.
• Red