
Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Berdasarkan dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP) 2025 yang dirilis oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Tasikmalaya, terdapat sejumlah catatan penting yang menimbulkan pertanyaan serius terkait akuntabilitas perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah.
Tidak Mengacu pada Dokumen Perencanaan yang Memadai. Kegiatan dalam RUP didominasi oleh paket pekerjaan pengelolaan PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas) perumahan.
Namun, dokumen RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Tasikmalaya hingga saat ini belum disahkan atau belum jelas status finalisasinya.
Artinya, kegiatan dengan nilai cukup besar ini berjalan tanpa landasan dokumen perencanaan resmi yang menjadi rujukan hukum dan teknis.
Seluruh sumber dana berasal dari APBD Kota Tasikmalaya, namun dengan ketiadaan RP3KP, sulit memastikan apakah alokasi anggaran sudah sesuai kebutuhan nyata masyarakat atau hanya sekadar formalitas serapan anggaran.
Menimbulkan keraguan atas akuntabilitas penggunaan APBD,
serta berpotensi bertentangan dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Balai Pewarta Nasional (BPN) melayangkan surat resmi kepada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disparwaskim) Kota Tasikmalaya terkait dugaan abaikan terhadap dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) dalam pelaksanaan program Tahun Anggaran 2025.
Dalam surat bernomor 018/SP/DPP-BPN/VIII/2025 tertanggal 4 Agustus 2025, Balai Pewarta Nasional mempertanyakan kejelasan dokumen RP3KP yang seharusnya menjadi acuan pembangunan sebagaimana diatur dalam Permen PUPR No. 12 Tahun 2020 dan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
BPN menyoroti empat poin utama:
1. Status penyusunan, finalisasi, dan penetapan RP3KP melalui regulasi daerah.
2. Ketersediaan dokumen agar dapat diakses publik.
3. Dasar perencanaan yang digunakan jika RP3KP belum ditetapkan.
4. Mekanisme pengawasan internal dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan.
Jawaban Resmi Disparwaskim: RP3KP Belum Ditetapkan
Melalui surat balasan bernomor 600.2.3/741/Disperkim tertanggal 19 Agustus 2025, Disparwaskim mengakui bahwa hingga kini RP3KP belum ditetapkan menjadi Peraturan Kepala Daerah. Dengan demikian, pelaksanaan program pembangunan masih berpedoman pada dokumen RPJMD, RKPD, dan RKP, bukan pada RP3KP yang diwajibkan regulasi.
Disparwaskim menegaskan bahwa:
– Program tetap berjalan sesuai mekanisme penganggaran APBD.
– Rencana kegiatan tahunan disusun melalui RKA dan mendapat persetujuan DPRD.
– Pengawasan dilakukan Inspektorat Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Fakta bahwa RP3KP belum ditetapkan memunculkan sejumlah persoalan serius:
– Ketiadaan Regulasi
RP3KP adalah dokumen strategis wajib yang menjadi pedoman pembangunan jangka menengah–panjang. Tanpa dokumen ini, pelaksanaan program rawan menyalahi aturan Permen PUPR dan UU No. 1/2011.
– Risiko Penganggaran Tanpa Arah Strategis
Penggunaan RPJMD dan RKPD tanpa RP3KP dinilai tidak spesifik. Akibatnya, program rawan tidak sinkron dengan kebutuhan tata ruang dan masyarakat.
– Transparansi dan Akuntabilitas Dipertanyakan
Walaupun ada mekanisme pengawasan formal, absennya RP3KP membuat publik sulit menilai kesesuaian program dengan arah strategis.
Erlan Roeslana Ketua Umum Balai Pewarta Nasional kepada reportikaindonesia.com, selasa (19/08) menyampaikan,
“Dokumen RP3KP bukan sekadar formalitas administrasi, melainkan jantung dari perencanaan pembangunan. Tanpa dokumen yang difinalisasi dan ditetapkan, setiap program dan penggunaan anggaran rawan kehilangan landasan hukum. Transparansi dan akuntabilitas publik akan sulit tercapai jika prosedur mendasar justru diabaikan.”
Sementara itu, Endra Rusnendar, SH selaku Tim Advokasi Hukum Balai Pewarta Nasional menegaskan
“Dalam prinsip hukum, procedure is the heart of the law. Artinya, prosedur bukan sekadar aturan tambahan, tetapi inti dari sah atau tidaknya sebuah kebijakan. Jika RP3KP belum ditetapkan sebagai Peraturan Kepala Daerah, maka setiap langkah pembangunan yang dijalankan Disparwaskim dapat dipertanyakan keabsahannya. Tanpa prosedur yang benar, kebijakan bisa dikategorikan cacat hukum dan berpotensi menimbulkan maladministrasi, bahkan dugaan penyalahgunaan anggaran.”
BPN menegaskan bahwa Pemerintah Kota Tasikmalaya harus segera menuntaskan penyusunan dan penetapan RP3KP agar seluruh program Dinas Parwaskim memiliki legitimasi hukum yang jelas. Keterbukaan dokumen ini menjadi prasyarat mutlak untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik terhadap tata kelola APBD.
“Tanpa RP3KP, pelaksanaan kegiatan Disparwaskim rawan kehilangan arah strategis dan berpotensi menimbulkan persoalan hukum maupun ketidakjelasan penggunaan anggaran,” tegas Erlan Roeslana.
(RI-015)