
Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Dugaan pengabaian dokumen strategis RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman) oleh Dinas Parwaskim Kota Tasikmalaya semakin menuai kritik tajam. Dokumen yang sejatinya menjadi landasan hukum pembangunan justru diabaikan, sehingga kegiatan berjalan tanpa pijakan perencanaan resmi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan hukum dan integritas tata kelola pemerintahan daerah.
Harapan publik sebenarnya tertuju pada Inspektorat Kota Tasikmalaya sebagai aparat pengawas internal pemerintah (APIP). Namun, tanggapan yang disampaikan Irban 3, Anne, justru dianggap mengecewakan. Ia hanya menuturkan akan melakukan koordinasi internal, berkomunikasi dengan Dinas Parwaskim, dan menunggu arahan pimpinan.
Pernyataan ini dinilai terlalu normatif, prosedural, dan tidak menyentuh inti persoalan. Faktanya, pembangunan telah berjalan tanpa dasar RP3KP, yang bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan indikasi pelanggaran terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan aturan hukum yang berlaku.
Sikap “menunggu arahan pimpinan” kian memperkuat keraguan publik terhadap independensi Inspektorat. Alih-alih tampil sebagai pengawas yang berani, Inspektorat justru terlihat pasif dan enggan menyentuh substansi masalah.
Tim Advokasi Balai Pewarta Nasional (BPN) Endra Rusnendar, SH, kepada reportikaindonesia.com (20/08) menegaskan bahwa hal ini tidak bisa ditoleransi.
“Setiap kegiatan pembangunan wajib mengacu pada dokumen perencanaan resmi. Mengabaikan RP3KP berpotensi melanggar UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jika anggaran dipakai tanpa dasar hukum yang jelas, maka itu dapat masuk kategori maladministrasi, bahkan berujung pada kerugian keuangan negara,” tegas Endra.
Ia menambahkan, sikap diam Inspektorat justru dapat menimbulkan preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan.
“Ini bukan perkara teknis semata. Ini menyangkut kepatuhan hukum dan potensi kerugian negara. Jika Inspektorat terus bersembunyi di balik jawaban prosedural, wajar jika publik mempertanyakan integritas dan independensi lembaga pengawas internal ini,” ujarnya.
Kini, bola panas berada di tangan Inspektorat Kota Tasikmalaya. Publik menunggu apakah lembaga pengawas ini berani melakukan pemeriksaan mendalam dan memberikan kepastian hukum, atau justru memilih membiarkan persoalan ini menguap tanpa arah. Tanpa langkah konkret, tanggapan Irban 3 akan tercatat sebagai bentuk penghindaran dan pelemahan fungsi pengawasan, bukan jawaban yang menjamin kepastian hukum dan keadilan publik.
(RI-015)