
Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Pernyataan Irban 3 Inspektorat Kota Tasikmalaya, Anne, terkait keberadaan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) kembali menuai sorotan.
Kepada reportikaindonesia. com, jumat (22/08) Irban 3 Anne menyampaikan, “Berdasarkan informasi yang Kami terima dari Dinas Perawaskim, bahwa draft/dokumen RP3KP sudah disusun, namun sampai saat ini belum ditetapkan menjadi Perda.
Belum ditetapkannya RP3KP menjadi Perda disebabkan belum ditetapkannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya yang baru Kami dari Inspektorat, saat ini sedang membuat atensi kepada Pa Walikota, agar Para Pihak Terkait segera memproses/ menindaklanjuti hal tersebut.
tengah membuat atensi kepada Wali Kota agar segera menindaklanjuti persoalan belum ditetapkannya RP3KP menjadi Perda”.
Namun, jawaban tersebut dinilai normatif, bahkan dianggap tidak menyentuh akar persoalan. Alasan bahwa RP3KP belum bisa ditetapkan karena Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya belum final justru memperlihatkan lemahnya dorongan pengawasan.
Padahal, sesuai regulasi, RP3KP merupakan dokumen wajib yang harus diformalkan sebagai dasar kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Ketidakjelasan status hukum RP3KP menimbulkan risiko besar: setiap program fisik yang berjalan berpotensi tidak memiliki pijakan hukum yang kuat dan bertentangan dengan prinsip tata kelola keuangan negara maupun daerah.
Selain itu, jawaban Irban 3 sama sekali tidak menyebutkan timeframe atau batas waktu yang jelas untuk memastikan Ranperda RP3KP segera disahkan. Tanpa peta jalan konkret, atensi yang disebutkan hanya akan berhenti pada tataran administratif tanpa implikasi nyata.
Tim Advokasi BALAI PEWARTA NASIONAL menilai, respon Inspektorat harusnya lebih progresif dan berani menekan pihak-pihak terkait.
“Atensi kepada Wali Kota tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah desakan tegas, rekomendasi batas waktu, serta pembentukan tim percepatan antara Bappeda, Dinas Perawaskim, dan DPRD. Bila tidak, maka kita menghadapi risiko pembangunan tanpa arah yang jelas,” tegas Endra Rusnendar, SH, Ketua Tim Advokasi.
Lebih lanjut, pihaknya mengingatkan potensi kerugian negara bila RP3KP terus diabaikan.
“Ketiadaan Perda RP3KP membuka ruang program pembangunan dijalankan tanpa dasar hukum yang kuat. Ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi potensi pelanggaran hukum dan kerugian daerah,” imbuhnya.
Dengan kondisi ini, publik menilai jawaban Inspektorat masih jauh dari harapan. Yang dibutuhkan bukan sekadar atensi, melainkan keberanian bersikap, transparansi pengawalan, serta rencana aksi nyata agar RP3KP segera ditetapkan. Tanpa itu, Tasikmalaya hanya akan terus terjebak dalam lingkaran retorika birokrasi yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
(RI-015)