
Reportikaindonesia.com // Bogor, Jawa Barat – Karang Taruna Desa Tonjong menyelenggarakan kegiatan Penguatan Kapasitas Hak Asasi Manusia (HAM) yang bertempat di Sekretariat Karang Taruna Desa Tonjong, Jl. H. Sailan Raya No.1, Tonjong, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten Bogor pada Jumat (5/9).
Acara dibuka oleh Aditya Fauzan Gibran atau akrab disapa Ocang, salah satu anggota Karang Taruna Desa Tonjong sekaligus Garda HAM (anggota Komunitas Pemuda Pelajar Pencinta Hak Asasi Manusia Jawa Barat/KOPPETA HAM Jabar) tingkat Kabupaten Bogor.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Barat, Bapak Hasbullah Fudail, S.H., M.Si., hadir dan menyampaikan apresiasi atas inisiatif pemuda Desa Tonjong yang telah memotivasi warga untuk lebih mengenal pentingnya HAM.
Dalam sambutannya, Hasbullah menekankan pentingnya keterlibatan pemuda dalam pembangunan desa. Ia mengibaratkan kebersamaan seperti lidi: ketika disatukan akan menjadi kuat, namun jika sendiri mudah patah.
“Untuk apa kita membangun desa orang lain, sedangkan desa kita sendiri masih membutuhkan perhatian. Mari kita bersama-sama membangun Desa Tonjong agar lebih maju,” ujarnya.
Hasbullah juga membagikan pengalaman hidupnya yang berasal dari keluarga petani, serta menekankan pentingnya semangat berjuang. Ia menyinggung perbedaan karakter antar-suku dalam hal mental perantau. Menurutnya, masyarakat Sunda dan Betawi cenderung tidak memiliki mental petarung sebagaimana suku-suku di luar Jawa, karena sejak lahir sudah tinggal di kota-kota maju. Sementara itu, suku Bugis, meski berasal dari keluarga miskin, tetap mendorong anak-anaknya untuk menempuh pendidikan hingga jenjang sarjana.
Lebih lanjut, Hasbullah mengajak pemuda Tonjong untuk bermimpi besar dalam mengadakan kegiatan kreatif. Ia mencontohkan kemungkinan menyelenggarakan festival di atas air atau panggung apung di empang. Bahkan, ia merencanakan tahun depan akan digelar Festival Desa Tonjong Lintas Agama dan Lintas Budaya, mengingat keberagaman masyarakat Tonjong yang tidak hanya terdiri dari Muslim Sunda dan Betawi, tetapi juga komunitas Konghucu dan Tionghoa. Hasbullah menegaskan bahwa Desa Tonjong akan dijadikan role model sebagai Desa Deklarasi Keberagaman sebelum konsep tersebut diperluas ke wilayah lain di Jawa Barat.
Dalam sesi tanya jawab, Galih Ramadhan menyinggung isu rasisme dan diskriminasi agama di Indonesia. Ia mempertanyakan dominasi Islam dalam Kementerian Agama serta mengapa tidak dibentuk cabang-cabang khusus agar kelompok agama lain terlindungi. Menanggapi hal ini, Hasbullah menyebut Jawa Barat sebagai salah satu provinsi dengan tingkat intoleransi cukup tinggi. Ia menjelaskan bahwa dominasi agama tertentu dalam suatu wilayah adalah fenomena yang wajar, misalnya Hindu di Bali atau Katolik di NTT. Hal tersebut, menurutnya, bisa berpotensi menimbulkan diskriminasi, namun sebenarnya lebih banyak dipengaruhi faktor ekonomi daripada kebencian murni.
“Di Indonesia sudah ada Direktorat Jenderal untuk masing-masing agama, hanya saja sering kali representasinya tidak terasa di tingkat daerah,” jelas Hasbullah. Ia menambahkan bahwa keberagaman Desa Tonjong justru menjadi modal untuk dijadikan role model kehidupan harmonis lintas iman.
Pertanyaan lain datang dari Safaat, yang juga merupakan Fungsionaris KOPPETA HAM Jabar. Ia menyinggung isu pelanggaran HAM oleh aparat dan bagaimana Karang Taruna dapat menyikapinya. Menjawab hal ini, Hasbullah mengkritisi praktik penyalahgunaan kekuasaan, pungutan liar, serta rendahnya kepercayaan masyarakat kepada aparat. Ia juga menyoroti gaji anggota DPR yang tinggi tetapi kerap dianggap tidak sebanding dengan kinerjanya.
Dalam kesempatan itu, Hasbullah juga mengajak peserta untuk berpikir kritis dengan mengambil contoh larangan becak di Jakarta. Peserta memberikan beragam jawaban: karena macet, karena dianggap tidak sesuai perkembangan zaman, hingga karena dianggap kumuh. Namun, Hasbullah menekankan hal yang lebih mendasar: larangan itu muncul karena tidak ada tukang becak yang menjadi anggota DPRD. Menurutnya, kebijakan selalu sangat bergantung pada siapa yang duduk sebagai wakil rakyat sekaligus pembuat keputusan.
Selain menjadi wadah diskusi, kegiatan ini juga melibatkan kehadiran Muhammad Damar Setyo Kumoro, Fungsionaris KOPPETA HAM Jabar sebagai Deputi Pengembangan Organisasi sekaligus pemagang di Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat. Damar turut berperan dalam membantu dokumentasi, mencatat rekap kegiatan, serta menyiapkan bahan untuk redaksi berita acara.
Sebagai penutup, Hasbullah mendorong Karang Taruna Tonjong untuk membuat agenda tahunan, termasuk memanfaatkan lahan yang telah diizinkan pemiliknya sebagai pusat kegiatan. Namun, ia mengingatkan agar dibuat kesepakatan tertulis untuk mengantisipasi perubahan sikap di masa depan. Agenda semacam ini, menurutnya, bisa berkembang menjadi peluang pemberdayaan ekonomi bagi pemuda dan pengangguran di desa.
Kegiatan ini diharapkan menjadi titik awal bagi Karang Taruna Desa Tonjong dalam memperkuat kapasitas HAM, membangun kreativitas pemuda, serta menjadikan Desa Tonjong sebagai role model harmoni sosial lintas budaya dan agama di Jawa Barat.
• Red