
Reportikaindonesia.com // Maros, Sulawesi Selatan – Hasbullah Fudail : Pencinta Gerakan Tarekat.
Untuk pertama kali dalam sejarah, Menteri Agama Prof Nasaruddin Umar menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dirangkaian dengan Khaul (Bugis=Temmutaun) Mursyid Tarekat Khalwatiyah Samman Syech H. Muhammad Saleh Puang Lompo yang berpulang kerahmatullah 58 tahun yang lalu tepat 20/Rabiul Awal/1389 H. Acara ini tepat berlangsung Sabtu , 20/Rabiul Awal/1447 H bertepatan 13 September 2025 di Pattene kabupaten Maros.
Pattene sebagai salah satu pusat aktivitas dan pengembangan Jemaah tarekat ini selain di Leppakomai dan Turikale di Kabupaten Maros lebih dikenal dengan sebutan Tellu Temmasarang ( Pattene, Leppakomai, Turikale).
Menjadi lebih bermakna karena Prof. Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa secara genetik kehadirannya di Pattene menyambung perjalanan kakeknya yang merupakan orang pertama yang menyebarkan tarekat Khalwatiyah Samman di kabupaten Bone lebih dikenal dengan nama “Petta Panggulu”. Sewaktu kecil saya sudah berziarah dan menginjakkan kaki di Pattene dengan bersepeda menyaksikan Jemaah tarekat ini yang kebanyakan menggunakan sepede dan motor. Kini para Jemaah tarekat khalwatiyah berziarah dipenuhi dengan kendaraan mobil berjejer diberbagai tempat, ini pemandangan luar biasa atas kemajuan Jemaah ini, demikian Nasaruddin Umar.
Sebagai seorang Menteri agama dengan pemikiran dan perjalanannya sebagai Umara sekaligus Ulama pencinta Tasawuf (penggamal ajaran tarekat). Nasaruddin Umar menawarkan usul untuk memperluas tempat di Pattene dengan berjanji untuk memberikan tanah pribadinya lebih dari 5 ha yang berada tidak jauh dari Pattene. Hal ini demi untuk lebih mengurangi beban kemacetan yang terjadi setiap moment Maulid dan Temmutahun Puang Lompo.
Selain itu, Menteri juga berjanji untuk membangun pesantren di Maros agar kelak keluarga dan putera puteri Jemaah Khalwatiyah Samman dapat menitipkan anaknya menuntut ilmu di pondok tersebut. Hal yang paling bermaknah dari kehadiran Nasaruddin Umar menyangkut sebuah pesan moral, agar para keluarga besar pewaris dan pelanjut tarekat ini menjadi kompak tidak ( sipeka peka-peka = bugis) yang berarti berpecah belah. Pesan moral ini menjadi penting ditengah kepemimpinan Mursyid tarekat ini yang sampai saat ini belum menemukan sosok yang dianggap paling mumpuni dalam penggamalan dan keilmuwan .
Sebagai bagian anak biologis maupun spiritual atas tarekat ini, sayapun setelah lebih 40 tahun, baru kali ini benar-benar menikmati atmospera acara selama 2 hari (12-13 September 2025) berada di lokasi Pattene.
Berbagai rangkaian acara seperti melakukan shalat dan zikir berjamaah di masjid Al Amin Pattene, ziarah ke makam Puang Lompo, silaturahmi ke rumah keluarga besar Puang Lompo, Mengikuti Siraman Rohani oleh Dr. Andi Najamuddin, mengikuti prosesi penaburan bunga ke makam Puang Lompo, Belanja makanan dan minuman dari warung dadakan yang menjamur di seputar acara dan lain-lain.
Transformasi Penguatan nilai ajaran Khalwatiyah Saman
Memaknai berbagai pernyataan dan harapan dari Prof Nasarudin Umar atas kondisi kekinian tarekat Khalwatiyah Samman, maka seyognyanya tarekat ini saatnya untuk melakukan “transformasi” (perubahan penguatan nilai ajaran Khalwatiyah Saman sesuai kondisi jaman kekinian ). Lebih spesifik tarekat ini perlu melakukan “Transformasi agama” yaitu perubahan positif yang bersifat internal (konsolidasi kekhalifaan) maupun eksternal yang mengubah individu, masyarakat, atau bahkan peradaban melalui penerapan ajaran agama, baik itu berupa konversi keyakinan, pembaharuan tatanan sosial, atau pembentukan karakter dan akhlak yang lebih baik.
Atas dasar pengamatan dan usulan Prof. Nasaruddin Umar dan pengamatan penulis dengan melihat relaitas eksistensi tarekat Khalwatiyah Samman yang ada saat ini, maka beberapa transformasi yang perlu dilakukan antara lain :
1. Pengelolaan Acara Maulid/Khaul Lebih Profesional
Dalam momentum Maulid Nabi Muhammad sekaligus Khaul ( Bugis Temmutaun) Mursyid Tarekat Khawatiyah Samman Syeck H. Muhammad Saleh Puang Lompo di Patene setiap tahun diperingati pada tanggal 20 Rabiul Awal. Kegiatan ini telah menjadi agenda tahunan di Patene sejak tahun 1967 ketika meninggal Puang Lompo sampai saat ini. Dalam setiap tahun peringatan ini dihadiri berbagai Jemaah tarekat Khalwatiyah Samman dari berbagai daerah di seluruh Inonesia. Menurut Prof Nasaruddin Umar Tarekat ini adalah Tarekat Muktabarah (diakui oleh NU), serta menjadi tarekat yang populer dan paling banyak jemaahnya di Sulawesi Selatan.
Menurut sejarahnya tarekat ini pertama kali diajarkan dii Indonesia oleh Muhammaad El Munir di Sumbawa Nusa Tenggara Barat, kemudian dibawah oleh Muhammad Fudail ke Barru ke Sulawesi Selatan. Selanjutnya murid Muhammad Fudail yaitu Syeck Muhammad Abdur Razak Albumi membawah tarekat ini ke kabupaten Maros di berpusat Turikale, lalu sebelum meninggal Abdur Razak memindahkan pusat dakwahnya dari Turikale ke Leppakomai.
Periode berikutnya Abdullah melanjutkan Kemursyidan dari ayahanya Abdur Razak. Puang Lompo anak dari Abdullah, kemudian melakukan pengembangan tarekat ini di salah satu wilayah di Maros bernama Pattene. Di Pattena inilah tarekat ini berkembang luas di Sulawesi Selatan diluar Sulawesi Selatan bahkan ke beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Philipina, Brunai.
Acara ini sekaligus telah membuka wawasan baru, bahwa tarekat ini telah mampu melahirkan tokoh tokoh secara tidak langsung karena Menteri Agama Prof Nasruddin merupakan geneologi dari tarekat Halwatiyah karena kakeknya yang bernama Petta Panggulu adalah seorang tokoh penyebar tarekat Khalwatiyah di kabupaten Bone. Bahkan sewatu masih kecil beliau pernah mengikuti kakeknya melakukan ziarah dalam momentum maulid dan Khaul Muhammad Saleh Puang Lompo sebagai agenda tahunan di Pattene.
Pengalaman penulis selama 2 hari mengikuti dan mengamati acara ini, bahwa pengaturan lalu lintas orang maupun kendaraan tidak tertata secara baik, sehingga kemacetan selama acara berlangsung sangat melelahkan banyak orang.
Selain itu pengelolaan kebersihan juga memperlihatkan berbagai sampah bertaburan dimana-mana. Selain karena Tingkat kesadaran para tamu dan penjual yang masih kurang juga penyediaan sarana pembuangan sampah sangat terbatas. Lebih menyedihkan dari aspek Kesehatan banyak Jemaah tertidur dilapangan sepanjang jalan masuk area masjid sekaligus pemakaman Puang Lompo, walaupun sudah ada pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesi (UMI).
Lebih di dominasi aktivitas ekonomi daripada syiar agama. Setiap momentum maulid dan Khaul Ouang Lompo lebih banyak diwarnai dengan berbagai aktivitas ekonomi berupa warung-warung yang menjual berbagai keperluan masyarakat ( pakaian, perhiasan, makanan, minuman dan lainnya). Menurut beberapa info yang penulis sempat wawancarai gerai/kios yang ada selama acara ini berlangsung kurang lebih 3 hari mencapai lebih dari 600 kios dengan sewa rata Rp. 2-3 juta per kios. Estimasi transaksi ekonomi selama 3 hari aktivitas bisa diatas sekitar Rp. 3-4 Milyar. Hal ini juga memberi pesan moral bahwa Puang Lompo telah meninggal lebih dari setengah Abad sejak tahun 1967 tetapi masih mampu memberi kemanfaatan ekonomi kepada manusia tanpa melihat agama, suku dan ras selain tentunya manfaat spiritual.
2. Mursyid Tarekat Khalwatiyah Samman sampai saat ini jika dilihat secara internal maka ada semacam kekosongan siapa sesungguhnya yang mempunyai kewenangan yang tertinggi dalam membina dan mengembangkan tarekat ini yang disebut Mursyid. Berbagai priksi ( perbedaan kelompok kepentingan) telah terjadi dengan mengangkat diri dan kelompoknya denga mengatasnamakan pemimpin tertinggi ( Mursyid). Mursyid inilah yang memberikan ijin pengangkatan seseorang menjadi Khalifah (pemimpin dilevel operasional) membimbing ummat biasanya didasarkan pada pertimbangan geografis/tempat/wilayah administrasi.
Dari sisi geneologi ada semacam pertanyaan, apakah kepemimpinan di tarekat ini bisa diturunkan secara langsung dari Mursyid sebelumnya kepada anak keturunan biologisnya ?. Sebagian besar Jemaah tarekat ini berpendapat, bahwa kepemimpinan itu otomatis kepada keturunannya secara langsung, artinya jika karena alasan meninggal atau berhalangan tetap/sakit maka kepemimpinan tarekat diwariskan langsung ke anaknya ( anak biologis). Jika anakanya hanya satu, maka asumsi tersebut bisa dibenarkan, lain halnya jika anak lebih dari satu, lalu siapa yang akan mewarisinya.
Demikian juga jika Mursyid hanya mempunyai anak Perempuan dan tidak mempunyai anak laki-laki, bisakah seorang Perempuan menjadi Mursyid tarekat ini!. Hal lain juga yang perlu mendapatkan pemikiran apakah Perempuan tidak boleh menjadi seorang Mursyid ?. Karena jika berbicara Sejarah masa lalu maka seorang Perempuan yang terkenal dalam dunia Tasawuf dengan Tingkat sufi yang sangat terkenal yaitu Rabiatul Adawiyah Adalah seorang perempuan.
Sementara friksi lainnya beranggapan bahwa seorang Mursyid tidak harus anak biologis, akan tetapi pertimbangan pengalaman spiritual dan keilmuwan menjadi indikator utama seseorang dapat ditunjuk menjadi Mursyid.
Jika melihat sejarah perkembangan tarekat ini sejak pertama kali dikembangkan oleh Muhammad Fudail di Barru Sulawesi Selatan dari orang tua Biologis sekaligus gurunya Muhammad El Munir di Sumbawa Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa kepemimpinan yang diberikan kepada Syeck Muhammad Abdur Razak Al Buni dari Maros bukan anak biologis dari Mursyidnya Muhammad Fudail di Barru tetapi melainkan karena pertimbangan anak spiritual karena penggamalan dan keilmuwan yang dimilikinya.
Syeck Muhammad Abdur Razak Al Buni melahirkan 2 (dua) putra yakni Syeck H Abdullah Puang Ngatta di Pattene dan Syeck H. Abd Rahman Puang RI Bone dan merupakan keturunan bangsawan Kerajaan Bone. Diangkatnya Syeck Muhammad Abdur Razak oleh Mursyidnya Muhammad Fudail menjadi Mursyid pembuktian dalil ini yang bisa dipakai pembenaran, bahwa seorang Mursyid tidak otomatis diturunkan kepada anak biologis. Pertimbangan pengamalan ajaran tarekat serta keilmuwan menjadi salah satu aspek yang sangat menentukan.
Menurut Andi Sahabuddin dan Andi Muhammad Sata di Turikale, bahwa kedudukan sebagai seorang Mursyid bisa didapatkan lewat pendekatan (Mana’ dan Amanah). “Mana’” bahwa seseorang mewarisi kepemimmpinan tarekat ini karena keturunan Biologis (anak kandung), sementara “Amanah” didapatkan karena kemampuan keilmuwan dan Amanah seorang guru karena anak Spritual walaupun bukan anak Biologis.
Mursyid Tarekat ini tidak bersipat Tunggal melainkan bersipat kolegial sebagaimana sejarah ketika paska Syeck Abdur Razak meninggal dilanjutkan oleh Putranya bernama Syeck H, Abdullah dan Syeck H. Abdur Rahman. Syeck Abdullah mewariskan Kemursyidan kepada 3 anaknya yaitu Syeck Muhammad Saleh di Pattene dan Syeck Muhammad Amin di Leppakomai, serta Syeck Muhammad Ibrahm di Makassar.
3. Pengembangan Asset dan SDM
Sampai saat ini berbagai asset yang dimiliki maupun dibangun oleh pemimpin dan Jemaah tarekat ini yang telah diturunkan dari para pendahunya, keberadaan pengelolaan assetnya tidak jelas kepemilikannya. Beberapa asset yang dimiliki seperti masjid, kobban, bangunan, wakaf tanah dan lain-lain hingga detik ini seringkali menimbulkan konflik internal karena pencatatan pengelolaan maupun kepemilikannya dilakukan atas nama pribadi.
Pengalaman kekinian menunjukkan banyaknya konflik kepemilikan asset agama seperti masjid, gereja, bangunan yang sudah diwakafkan tetapi nama kepemilikannya atas nama pribadi menjadi lahan sengketa oleh para pewaris dan keturunannya.
Untuk itu perlu segera dibentuk “Badan Hukum” yang disepakati bersama untuk mengelolah berbagai asset yang ada selama ini, dalam rangka menghidari konflik yang berkepanjangan dimasa kini dan waktu yang akan datang.
Salah satu persoalan yang dihadapi tarekat halwatiyah Samman menyangkut ketersedian dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kita bisa menyaksikkan betapa Pengkajian Pemikiran dan pengembangan tarekat ini mandek setelah beberapa Mursyidnya meninggal dunia. Paska meninggalnya Andi Sajaruddin di Pattene tahun 2024, maka beberapa SDM yang ada sebagai pewaris secara biologis (keturunan) maupun idiologis (pengikut dan Jemaah) belum mampu menjadi SDM mumpuni untuk melanjutkan kepemimpinan tarekat ini baik secara duniawi maupun ukhrawi. Hal ini ditandai sangat minimnya kajian pemikiran dan pengembangan tarekat yang dibicatakan secara terbuka dengan membuka ruang diskusi yang melibatkan kalangan akademisi dari berbagai aliran pemikiran.
Ini menjadi catatan penting karena tarekat ini tidak mempunyai tradisi intelektual dengan dialektika kekininian ditandai dengan tidak adanya lembaha struktural sebagaimana tradisi organisasi masyarakat islam seperti Muhammadyah, NU,Persis dan lainnya. Selain itu Khalwatiyah juga tidak mempunyai basis pesantren sebagai media penciptaan kader-kader pemikir dan pelanjut ajaran tarekat ini.
Sementara sejarah menunjukkan bahwa ketiga Putra Syeck Abdullah yaitu : Syeck Muhammad Saleh, Syeck Muhammad Amin dan Syeck Muhammad Ibrahim dan seorang puterinya Hj. A. Besse Puang Ngona ketika mudanya adalah seorang pemburu ilmu dengan menuntut ilmu di Timur Tengah Arab Saudi dan sekitarnya. Ketika menuntut ilmu sejaman dengan pendiri NU KH. Hasyim Ashari dan Muhammadiyah KH . Ahmad Dahlan.
Atas kondisi ini, maka selayaknya para petinggi tarekat Khalwatiyah Samman harus mampu membaca tanda tanda jaman, bahwa jika pengelolaan tarekat ini tidak mencari Solusi atas friksi didalamnya maka jangan berharap tarekat ini mampu bertransfomasi menuju gagasan yang lebih baik. Perlu kedewasan semua pihak untuk duduk bersama membicarakan langkah dan strategi menyelesaikan berbagai friksi yang ada dalam internal maupun eksternal tarekat ini.
Semoga tulisan ini menjadi masukan yang berharga untuk membagkitkan kejayan tarekat ini sebagaimana yang telah ditorehkan oleh pendahulu sebelumnya seperti Muhammad Saleh Puang Lompo dan Andi Muhammad Amin.
• Red