
Reportikaindonesia.com // Toraja Utara, Sulawesi Selatan – Pemerhati yang juga aktivitas, Rusmain Hutasoit kembali memberikan komentar terkait Yobin (72), penjahit sepatu dikota Rantepao Kabupaten Toraja Utara yang saat ini dalam masa usia senja tetap bertahan hidup.
Oleh karena itu Rusmain pun sebenarnya berharap pemerintah mulai berpikir untuk mengganti bantuan tunai dengan bantuan program-program pelatihan untuk peningkatan kemampuan masyarakat.
”Dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, warga bisa meningkatkan pendapatannya sendiri tanpa mengharapkan adanya bantuan lagi,” ujarnya.
Pada awak media ini, Rusmain mengungkapkan, Di saat para pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sibuk berangkat kerja, Yobin mulai membuka payung warna-warni di trotoar jalan yang berada di pintu masuk salah satu toko baju dikota Rantepao.
Deru motor berlalu lalang di Jalan , Kamis (25/09/2025) Pagi.
Pria berusia 72 tahun itu tampak masih semangat meski rambutnya telah dipenuhi uban.
Handuk kecil diselempangkan ke leher, sesekali ia mengusap keringat di wajahnya.
Di bawah payung itu, tangan terampil Yobin mulai membuka gerobak mini berwarna kuning.
Perintilan alat jahit dikeluarkan dan siap menyambut para pelanggannya.
Lokasi cukup strategis, berada dialun-alun kota Rantepao .
“Ya setiap hari nunggu begini, kalau ada ya dikerjakan. Kalau enggak ada, ya disyukuri saja. Nanti juga datang sendiri,” ucap Kakek Yobin dengan tersenyum.
Pria asal Lembang (desa) Rinding Batu Kecamatan Kesu’, Toraja Utara, ini mulai menekuni pekerjaan jahit sepatu sejak Tahun 1998.
Semula, ia berjualan rokok sekitaran pertokoan rantepao dengan berkeliling di Pasar Lama yang kini berubah menjadi Alun-alun Kota Rantepao
Kebutuhan biaya pendidikan anaknya kian hari terus bertambah.
Hasil jualan rokok tidak lagi mencukupi kebutuhan dapur.
Yobin lalu beralih profesi menjadi tukang jahit sepatu setelah mendapat keterampilan dari temannya.
“Semuanya Tuhan yang mengatur, kalau bukan diubah sama Tuhan, maka tidak akan berubah. Ya, puji syukur bisa bekerja seperti ini tidak menganggur,” tuturnya.
Dari usahanya menjahit sepatu, Yobin bisa menyelohkan dua anaknya.
Biasanya, Yobin berangkat pukul 06.00 dan pulang pukul 17.00 WIB.
“Biarpun sudah tua tetap harus semangat. Enggak tahu rezekinya hari ini ada atau tidak tapi harus diusahakan. Harta ada yang ngatur,” ungkapnya.
Tiap dua minggu sekali, Yobin pulang ke Ke Karassik. Ia juga membawa uang hasil menjahit sepatunya.
Setiap hari ia mendapat Rp 30.000 hingga Rp 50.000.
Uang itu dikumpulkan, sebagian untuk biaya hidup Yobin, sebagian dibawa pulang.
Meski tak banyak, ia bersyukur bisa menafkahi istrinya.
“Yang penting bawa uang untuk istri di rumah. Kalau tidak bawa uang, anak kasihan,” tambahnya.
Di masa tuanya, Yobin hanya ingin terus bermanfaat untuk keluarganya di tengah keterbatasan ekonomi. Yobin juga ingin terus beraktivitas agar tetap sehat dan bekerja.
“Berapapun dapatnya hari ini saya syukuri, karena Allah yang menentukan takarannya dan tidak akan tertukar,” tutupnya.
Iksan dan Maemunah, pelanggan, mengaku kerap menjahitkan alas kakinya ke Yobin.
Menurutnya, hasil jahitan Yobin halus dan tidak mudah koyak.
“Iya sering ke sini, hasil jahitannya bagus. Sepatu sekolah anak-anak saya juga sering saya bawa ke sini. Jadi lebih awet kalau sudah dijahit,” ungkapnya.
Tak hanya menjahit, Yobin juga memiliki keterampilan mengganti sol dan strap sandal.
“Beliau juga bisa ganti strap sandal jadi kalau strapnya kelupas atau rusak, saya minta tolong Pak Yobin untuk ganti. Enggak sampai seminggu sudah bagus lagi,” pungkasnya.
(Sal)