
Reportikaindonesia.com // Bogor, Jawa Barat – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) Jawa Barat, Hasbullah Fudail, menyampaikan kritik tajam terhadap menurunnya budaya literasi dan tradisi intelektual di kalangan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam kegiatan diskusi reflektif bersama pengurus dan alumni HMI Cabang Kota Bogor, yang digelar pada Kamis (16/10) di Sekretariat HMI Komisariat Kota Bogor, Tanah Sareal.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh dua perwakilan Komunitas Pemuda Pelajar Pencinta HAM (KOPPETA HAM) Jawa Barat), yakni Muhammad Damar Setyo Kumoro dan Muhammad Syabril Diandra, yang turut menjadi bagian dari upaya kolaborasi antara KemenHAM Jabar dan organisasi mahasiswa dalam penguatan nilai-nilai hak asasi manusia di kalangan pemuda.
Dalam paparannya, Hasbullah menilai bahwa kader HMI kini mengalami kemunduran dalam semangat membaca dan berpikir kritis. Ia menyoroti bahwa kemudahan akses informasi digital justru membuat sebagian mahasiswa kehilangan kedalaman dalam menelaah pengetahuan.
“Dulu kami membahas buku karena tidak punya uang untuk membeli. Buku mahal, tapi semangat belajar kami tinggi. Sekarang, ketika semua informasi ada di ponsel, justru malas membaca. Itu tanda kemerosotan intelektual,” ujarnya di hadapan peserta diskusi.
Hasbullah menegaskan, hilangnya tradisi membaca telah menggerus daya analitis kader HMI yang dulu dikenal tajam dan argumentatif. Padahal, menurutnya, intelektualitas adalah pondasi utama gerakan mahasiswa.
“Kalau dulu buku adalah simbol perjuangan intelektual, kini kader lebih sibuk dengan layar. Padahal yang membentuk karakter pejuang itu ketekunan memahami gagasan, bukan sekadar menggulir informasi,” tegasnya.
Selain menyoroti krisis literasi, Hasbullah juga menekankan pentingnya menjaga orisinalitas pemikiran dalam setiap aksi sosial dan politik. Ia mengingatkan agar mahasiswa tidak terjebak dalam gerakan yang hanya mengikuti arus atau kepentingan pihak tertentu.
“Silakan berdemo, tapi gunakan pikiran kalian sendiri. Jangan ikut-ikutan. Ketika kalian ditahan atau disakiti, yang menikmati hasilnya justru orang lain,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Hasbullah memperkenalkan gagasan “demo humanis tanpa anarkis”, sebuah pendekatan demonstrasi yang tetap kritis namun berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. Ia menilai, aksi anarkis justru menimbulkan kerugian sosial, ekonomi, dan korban jiwa tanpa menghasilkan perubahan signifikan.
Lebih lanjut, Hasbullah memaparkan bahwa KemenHAM Jabar memiliki sepuluh aspek kerja utama sesuai amanat undang-undang, yang salah satunya dapat dikolaborasikan dengan komunitas pemuda dan mahasiswa melalui KOPPETA HAM Jawa Barat. Ia menyambut baik ajakan kolaborasi dari HMI dalam program Festival HAM, dialog lintas agama, dan kegiatan advokasi masyarakat.
Dalam sesi diskusi, Hasbullah juga menyinggung kasus MIA beraliran Salafi yang menang dua kali di pengadilan TUN namun terhambat peraturan konflik sosial pemerintah daerah. Ia mendorong agar HMI menjadikan kasus tersebut sebagai bahan kajian ilmiah.
“Kalau gereja saja saya bisa fasilitasi, masa sesama umat Islam tidak bisa. HMI bisa jadikan ini bahan diskusi agar semangat intelektualnya kembali hidup seperti dulu, ketika semua dimulai dari membaca,” ucapnya.
Menutup acara, Hasbullah berdialog santai dengan anggota KOHATI (Korps HMI-Wati) tentang etika di lingkungan organisasi, sembari menyampaikan rencananya untuk berkunjung ke Pusat Ahmadiyah di Parung serta Cianjur guna mempersiapkan Festival Lintas Agama dan Budaya Nusantara dalam rangka Hari Toleransi Internasional 16 November mendatang.
• Red