
Reportikaindonesia.com // Bandung, Jawa Barat – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat bersama Keluarga Intelektual Muda Partai Golongan Karya (KIM-PG) Jawa Barat menggelar diskusi publik bertema “Toleransi, Kebebasan Beribadah dan Berkeyakinan” bertempat di Ruang Data Lantai 1 DPD Partai Golkar Jawa Barat, Jl. Pelajar Pejuang 45 No.113, Turangga, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Selasa (21/10).
Kegiatan yang juga disiarkan langsung melalui Instagram Live akun @rizkyphandani dan @kimpg_jabar ini menghadirkan Hasbullah Fudail, Kepala Kantor Wilayah KemenHAM Jawa Barat, sebagai narasumber, dengan Rizky P. Handani bertindak sebagai moderator.
Rizky membuka diskusi dengan pertanyaan seputar kondisi kebebasan beragama di masyarakat. Hasbullah mengawali pemaparannya dengan mengucapkan selamat ulang tahun ke-61 Partai Golkar yang diperingati pada 20 Oktober, sambil menekankan pentingnya menghargai perbedaan dalam kehidupan sosial.
“Perbedaan adalah sunatullah. Di dalam satu keluarga saja pasti ada perbedaan, tidak mungkin seluruhnya sama,” ujarnya.
Hasbullah menjelaskan bahwa kebebasan beragama telah dijamin dalam Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945, dan bahwa prinsip kebebasan tersebut bersifat universal, tidak mengenal batas suku, bangsa, maupun golongan. Ia juga menyinggung bahwa negara-negara yang mengaku menjunjung HAM pun kadang justru melanggarnya, seperti yang terjadi terhadap rakyat Palestina.
Menanggapi pertanyaan mengenai gesekan antarumat beragama di Jawa Barat, Hasbullah menilai banyak kasus terjadi karena kurangnya komunikasi antar tokoh agama dan rendahnya literasi masyarakat. Ia mencontohkan beberapa peristiwa seperti di Arcamanik, Cidahu (Sukabumi), dan Caringin, yang menurutnya berakar dari miskomunikasi dan kesalahpahaman.
“Kami ingin mendorong bagaimana tokoh-tokoh agama bisa duduk bersama. Banyak konflik muncul bukan karena ajaran agama, tapi karena komunikasi yang tidak berjalan baik,” terangnya.
Selain itu, ia juga menyoroti diskriminasi internal di tubuh umat beragama, termasuk antar aliran Islam seperti terhadap komunitas Ahmadiyah.
“Ahmadiyah sudah satu abad hadir di Indonesia, tapi masyarakat sering salah memahami regulasi dan menjadikannya dasar untuk persekusi, padahal tidak ada ayat yang membenarkan hal itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hasbullah menyebut ada tiga tantangan besar dalam isu kebebasan beragama, yakni intervensi politik partai, kepentingan pengacara dalam kasus konflik, serta sulitnya membangun dialog lintas pihak. Ia menegaskan bahwa KemenHAM kini berupaya meminimalkan intervensi semacam itu.
Di akhir sesi, Hasbullah akan mendorong terbitnya Regulasi Perda/Pergub tentang Moderasi dan Tolerensi Beragama di Jawa Barat.
Selain itu juga mengajak generasi muda untuk menjadi pelopor harmoni dan agen perubahan melalui wadah seperti Forum Pemuda Sadar Hukum dan Komunitas Pemuda Pelajar Pencinta HAM Jawa Barat (KOPPETA HAM Jabar).
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Plt. Sekretaris Jenderal KOPPETA HAM Jabar, Muhammad Damar Setyo Kumoro, yang turut mendorong penguatan literasi HAM di kalangan pemuda dan pelajar.
“Generasi muda hari ini harus seperti matahari hadir membawa terang, memberi kehidupan tanpa pamrih, dan tetap bersinar meski tak selalu disadari kehadirannya,” tutup Hasbullah.
• Red