Reportikaindonesia.com // Kuningan, Jawa Barat – Kuningan, 26 Oktober 2025 – Bertempat di Kenzie Convention Hall, Kabupaten Kuningan, diselenggarakan kegiatan bertajuk “Mewujudkan Masyarakat Sadar Hak Asasi Manusia melalui Implementasi P5HAM”. Acara ini menjadi wadah penting dalam memperkuat kesadaran publik akan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan tanggung jawab sosial di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk.
Kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Anggota DPR RI Komisi XIII, Dr. (Tr). H. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP., M.Si, Kepala Kantor Wilayah Kemenham Jawa Barat, Hasbullah Fudail, dan Direktur Eksekutif Kuningan Foundation, Dany Nuryadin, serta diikuti oleh masyarakat Kabupaten Kuningan dari berbagai latar belakang profesi, tokoh masyarakat, dan organisasi sosial.
Dalam pemaparannya, Dany Nuryadin menjelaskan pengertian dasar Hak Asasi Manusia (HAM), prinsip-prinsip universal yang melandasinya, serta nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan dalam kehidupan sosial. Ia menekankan bahwa HAM tidak hanya berbicara tentang hak, tetapi juga tentang tanggung jawab moral dan kewajiban sosial untuk menghargai sesama manusia. “HAM adalah kesadaran kolektif, bukan sekadar slogan. Ia hidup ketika kita memuliakan sesama manusia tanpa melihat latar belakangnya,” ujar Dany.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenham Jawa Barat, Hasbullah Fudail, menyampaikan materi yang mendalam dan reflektif tentang pentingnya membangun budaya sadar HAM di tingkat akar rumput.
Menurutnya, pemenuhan HAM tidak dapat dicapai hanya melalui regulasi atau wacana, tetapi harus dimulai dari perilaku dan pola pikir masyarakat. “Kesadaran HAM itu harus dihidupkan dalam praktik sehari-hari. Tidak cukup hanya memahami pasal-pasalnya, tetapi bagaimana kita memperlakukan orang lain dengan adil, menghargai perbedaan, dan menunaikan kewajiban sebagai warga negara,” tegas Hasbullah.
Ia juga mengaitkan persoalan HAM dengan pembangunan karakter bangsa melalui sistem pendidikan nasional.
“Keputusan Mahkamah Agung saat ini menegaskan bahwa wajib belajar tidak hanya berarti menempuh pendidikan formal, tetapi juga wajib mengikuti pembinaan keimanan dan moral. Karena bangsa yang besar bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keimanan dan kepekaan kemanusiaan,” ungkapnya.
Hasbullah menambahkan, Kemenham memiliki komitmen kuat dalam mengarusutamakan nilai-nilai HAM melalui program P5HAM (Penguatan Penghormatan, Pemajuan, Perlindungan, Penegakan, dan Pemenuhan HAM). Program ini, menurutnya, menjadi panduan nasional dalam membentuk masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
“P5HAM bukan sekadar konsep administratif. Ia adalah gerakan moral bangsa. Setiap individu, lembaga, dan komunitas harus menjadi bagian dari penggerak kemanusiaan. Kita ingin masyarakat Jawa Barat, khususnya di Kuningan, menjadi teladan dalam sikap toleran, terbuka, dan menghormati hak sesama,” katanya disambut tepuk tangan peserta.
Dalam kesempatan tersebut, Hasbullah juga menekankan pentingnya menjaga semangat toleransi di tengah keberagaman. “Indonesia berdiri di atas perbedaan. Justru dari perbedaan itulah kita menemukan kekuatan. Maka setiap momentum keagamaan, budaya, atau hari besar nasional harus dijadikan ajang mempererat persaudaraan, bukan memperlebar jarak sosial,” ujarnya.
Ia mencontohkan, kegiatan keagamaan seperti peringatan hari besar Islam, Natal, Waisak, atau Nyepi, seharusnya menjadi sarana saling mengenal dan bekerja sama. “Ketika kita bisa saling hadir dalam perayaan saudara kita yang berbeda keyakinan, di situlah HAM menjadi nyata, bukan hanya di atas kertas,” tambahnya.
Lebih jauh, Kakanwil juga menyinggung pentingnya membangun kesadaran hukum yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. “HAM tanpa kesadaran hukum akan melahirkan kebebasan tanpa batas, dan hukum tanpa nilai kemanusiaan akan menjadi kaku serta kehilangan ruh moralnya. Keduanya harus berjalan beriringan,” tuturnya.
Dalam sesi berikutnya, Dr. (Tr). H. Agun Gunandjar Sudarsa menyampaikan pandangan filosofis dan politis tentang arah kebijakan HAM di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa pemanfaatan anggaran negara harus diarahkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. “Kalau kita bicara HAM, maka substansinya adalah bagaimana uang negara digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan kelompok,” ujarnya.
Agun menjelaskan bahwa program P5HAM merupakan bagian dari implementasi visi nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, dalam upaya memperkuat ideologi Pancasila, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Kemenham menjadi pelaksana kunci untuk memastikan nilai-nilai HAM benar-benar dirasakan masyarakat, bukan hanya jargon birokrasi,” tegasnya.
Dalam sesi tanya jawab, masyarakat sempat menyinggung isu sensitif seperti LGBT, perlindungan terhadap guru dalam mendidik siswa, serta tantangan penerapan HAM di tengah perubahan sosial.
Agun menjawab tegas bahwa HAM tidak boleh dipisahkan dari nilai Ketuhanan dan budaya bangsa. “Kita menghormati perbedaan, tetapi kebebasan tidak boleh menabrak norma. Hak harus selalu diimbangi dengan kewajiban moral,” ujarnya.
Ia menutup dengan pesan reflektif yang menggugah:
“Kebahagiaan bukan soal pangkat, jabatan, atau kekuasaan, tapi seberapa tulus kita menjalankan nilai Ketuhanan dan kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menanam kebaikan, maka Gusti Allah yang akan memberi balasannya.”
Kegiatan diakhiri dengan ajakan bersama untuk menjadikan nilai HAM sebagai fondasi kehidupan sosial yang damai dan berkeadilan. Melalui implementasi P5HAM, masyarakat diharapkan semakin memahami bahwa menghormati hak orang lain berarti juga menjaga martabat dirinya sendiri.
“Perbedaan adalah ciptaan Tuhan, bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk saling menghargai dan memperkuat persaudaraan,” tutup Dr. Agun Gunandjar Sudarsa, disambut tepuk tangan hangat seluruh peserta.
• Red


