Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Polemik dugaan ketidakwajaran anggaran senilai Rp 56 miliar di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya memasuki babak baru. Hal ini munculnya pernyataan Kepala Dinas Kesehatan, Dr. Asep Hendra, yang dinilai tidak mencerminkan standar keterbukaan informasi publik.
Dalam wawancara di ruang kerjanya pada Senin (08/12), Dr. Asep menanggapi permintaan data pendukung terkait belanja insentif tenaga kesehatan serta belanja hibah yang tengah dipertanyakan publik. Namun respons yang diberikan justru dinilai kontraproduktif.
Saat salah satu awak media menanyakan dasar dan rincian belanja tersebut, Dr. Asep menjawab:
“Apa kepentingannya atas data-data tersebut?”
Pernyataan ini menimbulkan keprihatinan di kalangan jurnalis karena media jelas memiliki hak untuk menelusuri, mengonfirmasi, dan menyampaikan informasi publik sebagaimana diamanatkan UU Pers No. 40 Tahun 1999 serta prinsip transparansi pengelolaan APBD.
Counter Statement: BPN Tantang Sikap Defensif Kadinkes, Koordinator Investigasi DPP Balai Pewarta Nasional (BPN), Rahmat Riady, memberikan tanggapan tegas atas pernyataan tersebut. Ia menilai respons Kadinkes tidak hanya tidak elegan, tetapi juga berpotensi menunjukkan ketidakpahaman terhadap kewajiban transparansi anggaran publik.
Dalam keterangannya, Rahmat Riady menyatakan:
“Justru pertanyaan itu yang keliru. Kewajiban pejabat publik adalah menjelaskan penggunaan anggaran negara tanpa harus mempertanyakan ‘kepentingan’ pihak yang meminta. Data itu bukan milik pribadi, tetapi milik publik.”
Rahmat menambahkan bahwa permintaan data oleh media dan BPN hanyalah sebatas konfirmasi regulatif untuk menyinkronkan dokumen, bukan untuk meminta hal-hal yang bersifat rahasia.
“Kami tidak meminta dokumen teknis atau rahasia negara. Yang diminta hanyalah penjelasan mengenai kesesuaian belanja dengan regulasinya. Itu standar dan wajib diberikan,” tegasnya.
Ia menilai bahwa sikap defensif pejabat publik justru dapat memunculkan kecurigaan baru tentang potensi ketidakwajaran pengelolaan anggaran di tubuh Dinas Kesehatan.
Tenggat Klarifikasi Sudah Lewat, Respons Dinilai Tidak Memadai. BPN telah melayangkan surat resmi permohonan klarifikasi terkait sejumlah pos belanja, termasuk belanja insentif tenaga kesehatan dan belanja hibah dalam jumlah besar. Namun hingga melewati tenggat waktu yang ditetapkan, jawaban yang diterima dinilai tidak memadai.
Rahmat Riady kembali menegaskan:
“Jika data sederhana seperti dasar belanja saja ditolak, bagaimana publik bisa yakin bahwa pengelolaan anggarannya benar? Ini kontradiksi dengan prinsip Good Governance.”
Sikap Kadinkes Dianggap Tidak Mencerminkan Semangat Keterbukaan.
Sementara itu, Ketua BPN Erlan Roeslana menilai pernyataan Kadinkes “apa kepentingannya” merupakan bentuk resistensi terhadap fungsi kontrol publik. Di sisi lain, awak media hanya menjalankan mandat undang-undang untuk memastikan pengelolaan APBD berjalan transparan dan akuntabel.
BPN menegaskan bahwa proses investigasi dan klarifikasi akan tetap dilanjutkan sesuai koridor regulatif.
Ketua BPN Erlan Roeslana menegaskan kembali akan memantau perkembangan kasus ini, termasuk langkah lanjutan BPN dan potensi pemeriksaan mendalam terhadap belanja-belanja yang dinilai janggal dalam APBD 2025 Kota Tasikmalaya.
(RI-015)


