Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – 14 Desember 2025. Sebuah kasus pelayanan medis kembali mengundang pertanyaan serius setelah seorang warga di Kota Tasikmalaya dilaporkan mengalami gangguan kesehatan baru usai menjalani tindakan pencabutan gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah setempat. Kasus ini kini menjadi sorotan karena dianggap mencerminkan masalah yang lebih luas dalam mutu layanan dan keselamatan pasien di fasilitas publik.
Korban hadir ke salah satu fasilitas tersebut untuk perawatan gigi. Namun setelah pencabutan gigi dilakukan, ia mulai mengalami keluhan medis yang sebelumnya tidak pernah dideritanya. Menurut pendamping hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Merah Putih Tasikmalaya, hasil pemeriksaan awal ke dokter spesialis saraf menunjukkan adanya indikasi hubungan antara tindakan pencabutan gigi dan gejala yang muncul kemudian.
Dalam dunia media disebutkan bahwa pencabutan gigi meskipun umum dilakukan bukanlah tindakan tanpa risiko. Komplikasi pasca tindakan ini dapat meliputi:
Infeksi luka, pembengkakan, nyeri hebat berkelanjutan atau alveolar osteitis bila pembekuan darah tidak terbentuk sempurna di lokasi ekstraksi.
Cedera jaringan lunak atau struktur saraf yang bisa menyebabkan sensasi abnormal, nyeri, atau gangguan fungsi.
Tingkat komplikasi bisa bervariasi tergantung pada kondisi gigi yang dicabut, teknik yang digunakan, dan keterampilan tenaga medis.
Menurut YLBH Merah Putih Tasikmalaya, klaim bahwa kasus ini bukan semata tuduhan malpraktik tetapi lebih kepada kebutuhan untuk evaluasi objektif terhadap prosedur, pelaksanaan standar operasional, dan pengawasan layanan kesehatan publik. Mereka menekankan pentingnya negara hadir untuk memastikan bahwa setiap tindakan medis telah dijalankan sesuai kaidah profesional demi keselamatan pasien.
YLBH Merah Putih melalui pembinanya Endra Rusnendar S. H, minggu (14/12) kepada reportikaindonesia.com menyampaikan, pihaknya telah mengajukan permohonan audiensi resmi kepada Dinas Kesehatan setempat, meminta klarifikasi, bukti pelaksanaan prosedur yang benar, serta mekanisme pembinaan jika ditemukan kelalaian. Mereka menyatakan bahwa jelasnya proses evaluasi tidak hanya melindungi korban kasus ini, tetapi juga mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kasus ini relevan dengan data kesehatan yang menunjukkan bahwa masalah gigi dan mulut masih menjadi beban serius di Indonesia secara umum. Survei kesehatan nasional dan klinis menunjukkan prevalensi tinggi karies gigi, dan layanan kesehatan sering kali berada di garis depan dalam menangani dampaknya termasuk pencabutan gigi.
Namun demikian, tindakan medis yang dilakukan tanpa penanganan dan pemantauan pasca tindakan yang memadai berpotensi menimbulkan komplikasi yang signifikan, baik dari sisi medis maupun hak pasien atas layanan yang aman. Pencabutan gigi bukanlah proses yang bebas risiko; tindakan ini membutuhkan penilaian risiko, persetujuan pasien yang diinformasikan, serta tindak lanjut yang tepat.
Kasus pasca pencabutan gigi di Tasikmalaya kini membuka diskusi lebih luas tentang kualitas pelayanan kesehatan dasar, profesionalisme tenaga medis, serta efektivitas mekanisme pengaduan pasien di fasilitas publik. YLBH dan advokat pasien menuntut klarifikasi, audit SOP, dan langkah pembinaan yang transparan terhadap fasilitas terkait, demi menegakkan keselamatan pasien sebagai prinsip utama dalam pelayanan kesehatan.
(RI-015)


