
Reportikaindonesia.com // Bandung, Jawa Barat – Salah satu prinsip yang paling mendasar dari Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu bersipat Universal bahwa HAM berlaku bagi semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, keyakinan, suku, dan bangsa. Artinya HAM berlaku untuk setiap manusia yang ada di seluruh dunia tanpa melihat latar belakang dari manusia itu sendiri.
Menjadi persoalan kemudian bahwa perkembangan dan issu -issu HAM lebih banyak disuarakan oleh pemikiran Barat ( negara -negara Barat Eropa dan Amerika) dengan latar belakang keyakinan kristen dan katolik sistem dan tata nilai yang berbeda dengan negara-negara Timur (Asia dan Afrika) yang kebayakan beragama Islam, Hindu dan Budha.
Adanya perbedaan keyakinan dan tata nilai diantara Islam dan Barat, sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap esensi atau hakekat HAM. Esensi adalah cara manusia memandang sebuah hal, baik sesuatu itu nyata/kongkrit atau tidak nyata/abstrak. Menurut Thomas Aquinas esensi adalah apanya sesuatu yang terlepas dari persoalan apakah sesuatu itu ada atau tidak.
Hak Asasi Manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat dipentingkan dengan lebih mengedepankan kebebasan dan individual. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan dengan berbagai kewajiban yang harus tunduk dan patuh terhadap perintah Tuhan dalam Kitab Suci Alqur’an maupun petunjuknya dalam Hadist (Perkataan dan Perbuatan Nabi Muhammad).

Untuk contoh kasus perempuan di Arab Saudi tidak seorangpun bisa keluar rumah tanpa ditemani muhrim ( Ayah/Ibu/Suami/saudaranya) atapun berjualan di took-toko. Dalam pandangan Barat maka hal itu adalah salah satu pelanggaran HAM kebebasan. Sementara tata nilai yang berlaku di Arab Saudi bahwa perempuan tidak menjadi pelangagaran HAM atas nilai tersebut.
Demikian juga di Bali, para Wisatawan manca negara dengan leluasa menggunakan pakaian bikini dipinngir pantai ataupun tempat lainnya tanpa ada yang mengganngu, hal tersebut bisa diterima oleh masyarakat setempat karena nilai-nilai budaya tidak menjadi penghalang untuk mengekspresikan kebebasan berpakaian.
Beberapa pandangan yang disampaikan Hasbullah Fudail Kepala Bidang HAM Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kementerian Hukum dan HAM dalam dialog serial Meeting Penguatan Paralel Berbasis Keluarga dan Komunitas yang diselenggarakan oleh Srikandi Pasundan di Bandung Selasa 10 Oktober 2024.
(*/Red)