
Reportikaindonesia.com // Tasikmalaya, Jawa Barat – Beredarnya pemberitaan di beberapa media terkait adanya dugaan pengeroyokan yang salah satunya adalah seorang Kepala desa di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya yang berujung pelaporan APH, sangat gencar sekali diberitakan, namun ‘minim’ investigasi serta jauh berbeda dengan apa yang terjadi sesungguhnya.
Hasil investigasi yang dilakukan media Ini, serta kunjungan langsung Kepada terduga pengeroyokan ditemukan informasi yang sangat berbeda dengan pemberitaan sebelumnya. Ada jeda waktu pada kejadian tersebut. Belum diketahui secara jelas Korban (US) yang mengaku dikeroyok ada akibat dari pemukulan baik luka lebam atau memar, yang dapat dibuktikan secara fisik (medis) maupun visual.
Tentunya hal tersebut mendapat tanggapan dari Pembina Yayasan LBH Merah Putih Tasikmalaya Endra Rusnendar SH. kepada media Ini, Sabtu (05/04) Endra menyampaikan,”Bilamana, hal tersebut itu masih bisa diselesaikan dengan musyawarah kekeluargaan yaa selesaikanlah baik-baik, apalagi ditambah kabar yang didengar kalau yang lapor dan yang dilaporkan ini masih ada ikatan saudara. Jika melihat motif daripada “Cek-cok” tersebut diawali dengan adanya pengrusakan barang milik seseorang, terus kalau yang merasa memiliki barang tersebut itu juga sama melaporkan, ‘kan jadi panjang persoalan tersebut !
Kita juga harus tahu kalau ada pasal yang mengatur terkait pengrusakan barang milik oranglain, yaitu pasal 406 KUHPidana yang berbunyi ; Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Apalagi, kalau kita melihat dan menambahkan menurut Pasal 408, barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan merusakkan atau membikin tak dapat dipakai bangunan-bangunan kereta api, trem, telegram telepon atau listrik, atau bangunan saluran gas, air atau saluran yang digunakan untuk keperluan umum diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun;

Terlepas daripada motif adanya sebuah pelaporan Pengaduan oleh warga masyarakat kepada pihak yang berwenang dalam hal ini adalah Aparat Penegak Hukum, itu sudah menjadi hak sebagai warga negara Indonesia tidak ada larangan, akan tetapi, bilamana pelaporan tersebut itu dinyatakan tidak terbukti seperti apa yang dituduhkan, awas hati-hati karena hal tersebut juga diatur dalam peraturan perundangan-undangan hukum yang berlaku. Laporan yang dianggap palsu diatur dalam pasal 220 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).Pasal ini juga membuat ancaman pidana atas dibuatnya laporan palsu.
Pasal 220 KUHP berbunyi, “Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
Maka, Endra Rusnendar SH menyarankan, bila kejadian tersebut itu tidak menimbulkan kerugian secara fisik atau non-fisik yang menghambat aktifitas kita dalam pencaharian sehari-hari, alangkah baiknya hal yang dianggap hanya keributan biasa antar warga itu diselesaikan dengan islah musyawarah mufakat rasional saja, dan Aparat Penegak Hukum dalam hal ini yaitu pihak kepolisian bisa melaksanakan tugas sesuai dengan amanat undang-undang yang berbunyi ; Pasal 30 ayat (4) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, “Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum”. Ucap Endra.
(Din)