
Reportikaindonesia.com // Bekasi, Jawa Barat. 30 September 2025 – Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) Jawa Barat menggelar dialog lintas agama yang melibatkan berbagai elemen masyarakat di Kota Bekasi. Acara ini bertujuan memperkuat koordinasi dan konsolidasi dalam menjaga kerukunan umat beragama sekaligus menegakkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) di tengah dinamika sosial yang kerap menghadirkan tantangan intoleransi.
Kegiatan yang difasilitasi oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi ini menghadirkan tokoh-tokoh lintas agama dan organisasi kemasyarakatan, seperti Persaudaraan Wanita Lintas Agama (PERMULA), Forum Umat Beragama Lintas Agama (FORMULA), Pelajar Lintas Agama (PELITA). Bersama jajaran FKUB Kota Bekasi, dialog ini membuka ruang diskusi yang konstruktif untuk mencari solusi atas berbagai persoalan yang selama ini menjadi sumber gesekan sosial.
Kepala Kantor Wilayah Kemenham Jawa Barat, Hasbullah Fudail, dalam sambutannya menyampaikan bahwa dialog ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam merespons tantangan yang menimpa Jawa Barat, khususnya isu intoleransi yang sempat mencuat dalam beberapa tahun terakhir. “Jawa Barat pernah dianggap sebagai salah satu provinsi dengan tingkat intoleransi tertinggi atas penilaian NGO Setara Institute. Melalui dialog ini, kita membuka ruang komunikasi agar nilai-nilai HAM dapat benar-benar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujarnya penuh harap.
Menurut Hasbullah, pemerintah perlu membuat indikator keberagaman dalam hal Kerukunan Beragama sebagai landasan bagi pemerintah maupun para NGO dalam menilai tingkat kerukunan beragama. Sehingga datanya bisa dipertanggungjawabkan secara akademik maupun intitusi atas tugas dan fungsi lembaga yang mengurusi urusan agama. Seperti halnya urusan data statistik penduduk di Imdonesia rujukannyabpasti Badan Pusat Statistik (BPS).
Salah satu pembahasan penting dalam dialog ini adalah terkait konflik penggunaan gedung serbaguna di salah satu daerah di kota bandung yang selama ini dipakai sebagai tempat ibadah oleh beberapa komunitas agama. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana kurangnya komunikasi dan ketidakjelasan kepemilikan fasilitas keagamaan bisa menimbulkan ketegangan di masyarakat. “Gedung yang awalnya digunakan bersama selama puluhan tahun, tiba-tiba mengalami perubahan status kepemilikan yang menimbulkan permasalahan. Ini menuntut penyelesaian yang bijak dengan melibatkan semua pihak,” terang Hasbullah.
Selain itu, para peserta juga membahas perlunya peran aktif pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas ibadah yang layak serta memastikan aturan administrasi dipenuhi agar tidak terjadi gesekan yang berlarut. FKUB Kota Bekasi yang diwakili oleh Ketua H. Abdul Manan dan Wakil Ketua KH. Madina, menegaskan bahwa semua permohonan pendirian rumah ibadah dari berbagai agama selama ini tidak pernah ditolak, melainkan ditunda apabila persyaratan administrasi belum terpenuhi demi mencegah potensi konflik di masa depan.
Dialog ini juga menyentuh dampak negatif penyebaran isu intoleransi di media sosial yang seringkali memperkeruh situasi dan menimbulkan kesalahpahaman. Peserta sepakat bahwa media sosial harus digunakan sebagai sarana untuk memperkuat persatuan dan bukan sebaliknya. Pendekatan yang melibatkan tokoh agama dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan suasana damai dan harmonis.
Dalam sesi tanya jawab, peserta aktif mengangkat berbagai isu aktual, mulai dari cara menjaga kegiatan sosial seperti berbagi bantuan agar tidak disalahartikan sebagai alat politik atau promosi agama, hingga bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang pentingnya toleransi. Salah satu perwakilan pelajar lintas agama (PELITA)mengungkapkan pengalaman komunitasnya yang rutin melakukan kegiatan sosial tanpa memandang latar belakang agama, sebagai upaya membangun rasa kebersamaan di tengah keragaman.
Menanggapi hal tersebut, Hasbullah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat, menyampaikan bahwa penting untuk melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam kegiatan-kegiatan seperti ini agar tidak disalahartikan sebagai bentuk promosi agama atau kepentingan lainnya.
Kegiatan dialog lintas agama ini tidak hanya sekadar diskusi, tapi juga menjadi momentum strategis untuk membangun sinergi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat. Harapannya, Jawa Barat khususnya Bekasi dapat menepis stigma intoleransi yang selama ini melekat dan menjadi contoh daerah lain dalam menjaga kerukunan umat beragama.
Sebagai langkah ke depan, kanwil Kemenham Jawa Barat berencana menggandeng Kementerian Agama dan pemerintah daerah dalam menyusun indeks kerukunan yang lebih akurat dan representatif, sehingga penilaian terhadap daerah tidak semata-mata berdasarkan pemberitaan media sosial yang bisa bersifat subjektif.
Hasbullah mengakhiri sambutannya dengan mengajak semua pihak untuk terus berkolaborasi, membuka dialog, dan membangun budaya saling menghormati yang kokoh. “Kita percaya, dengan bersama-sama kita bisa menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi yang tidak hanya toleran, tapi juga ramah, damai, dan penuh semangat kebersamaan,” tutupnya.
• Red