
Reportikaindonesia.com // Sukabumi, Jawa Barat – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) Jawa Barat, Hasbullah Fudail, mengajak komunitas Ahmadiyah Sukabumi untuk memperkuat kolaborasi dalam kegiatan kemanusiaan dan memperluas ruang dialog lintas iman. Ajakan ini disampaikan dalam kunjungan silaturahmi ke kompleks Ahmadiyah Sukabumi, berlokasi di Jl. Sriwidari VI, Jl. Cipelang Leutik No.6, Kelurahan Selabatu, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, pada Rabu (15/10) ba’da Syuruq.
Dalam kunjungan tersebut, Hasbullah Fudail menegaskan bahwa nilai kemanusiaan merupakan fondasi utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia mengapresiasi kiprah sosial Ahmadiyah yang telah lama terlibat dalam kegiatan donor kornea mata bagi masyarakat luas tanpa memandang latar belakang.
“Program donor mata yang dilakukan Ahmadiyah adalah amal kemanusiaan yang luhur. Saya mendorong agar kegiatan ini diangkat ke khalayak luas supaya masyarakat melihat bahwa Ahmadiyah adalah agen kemanusiaan yang berperan aktif bagi sesama,” ujarnya.
Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Muhammad Damar Setyo Kumoro, pemagang di Kanwil KemenHAM Jawa Barat sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Komunitas Pemuda Pelajar Pencinta HAM (KOPPETA HAM) Jawa Barat, yang mendampingi Kakanwil sekaligus bertugas sebagai dokumentator kegiatan dan penyusun berita kunjungan.
Dalam sesi dialog, pengurus Ahmadiyah memaparkan berbagai bentuk diskriminasi yang masih mereka alami, mulai dari pembatasan pembangunan rumah ibadah, penolakan sosial di lingkungan sekitar, hingga hambatan serius dalam akses pekerjaan.
Salah satu pengurus, seorang bapak yang telah lama bekerja di instansi publik, menuturkan pengalaman pribadinya ketika hendak diangkat menjadi pejabat. Ia diminta menandatangani surat pernyataan keluar dari Ahmadiyah sebagai syarat kelayakan jabatan.
“Waktu itu saya sudah bekerja di instansi pemerintah, tapi saat hendak naik jabatan, saya diberi syarat: kalau ingin lanjut, harus menandatangani surat keluar dari Ahmadiyah. Saya menolak. Jabatan bisa dicari, tapi keyakinan tidak bisa ditukar,” ujarnya lirih.
Kisah tersebut menggambarkan bahwa diskriminasi terhadap Ahmadiyah bukan hanya persoalan sosial, tetapi juga berdampak langsung pada hak warga negara untuk berpartisipasi secara setara dalam birokrasi dan pekerjaan. Banyak anggota akhirnya memilih diam atau menyembunyikan identitas keagamaannya agar tetap diterima di masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Hasbullah Fudail menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi setiap warga tanpa diskriminasi. “Kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menjadikannya syarat administratif dalam pekerjaan,” tegasnya.
Ia juga berharap agar komunitas Ahmadiyah dapat menjadi bagian dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Sukabumi, sebagai langkah strategis memperkuat komunikasi antarumat dan mendorong terciptanya dialog lintas kepercayaan. “Saya berharap Ahmadiyah bisa bergabung di FKUB. Suara mereka penting agar forum ini benar-benar inklusif dan mewakili seluruh elemen keyakinan di Sukabumi,” ujar Hasbullah.
Hasbullah menambahkan, langkahnya berdialog langsung dengan komunitas Ahmadiyah bukan tanpa risiko. “Banyak yang menganggap saya nekat mengangkat isu Ahmadiyah karena ini topik yang sangat sensitif. Tapi justru karena sensitif, kita harus hadir dengan pendekatan kemanusiaan, bukan pembiaran,” ucapnya.
Ia menutup pernyataannya dengan refleksi bahwa perbedaan adalah kodrat yang melekat pada manusia, bukan alasan untuk saling meniadakan.
“Bahkan dalam satu keluarga pun tidak mungkin semuanya sama. Selalu ada perbedaan cara pandang, keyakinan, atau jalan hidup. Justru karena perbedaan itulah kita disebut manusia, karena kita belajar untuk memahami dan menghargai satu sama lain,” ujar Hasbullah dengan nada tenang.
Salah satu pengurus Ahmadiyah turut meluruskan kesalahpahaman umum di masyarakat. “Banyak yang mengira kami menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir. Padahal kami meyakini beliau sebagai Al-Masih yang dijanjikan, pembaharu iman, bukan nabi pembawa syariat baru. Nabi Muhammad SAW tetap kami yakini sebagai penutup para nabi,” jelasnya.
Sejak tahun 2018, komunitas Ahmadiyah tercatat telah menyalurkan lebih dari 100 pasang kornea mata per tahun, dengan 18.000 anggota sebagai donor aktif, menjadikan mereka penerima Rekor MURI atas kontribusi kemanusiaan tersebut.
Kegiatan diakhiri dengan kunjungan ke Perpustakaan Al Karim, yang menyimpan koleksi lintas agama dan aliran dari NU, Muhammadiyah, Katolik, hingga Sikhisme sebagai simbol keterbukaan dan pendidikan toleransi.
Menutup kunjungan, Hasbullah Fudail menegaskan kembali komitmen KemenHAM Jawa Barat dalam memastikan bahwa hak asasi manusia benar-benar hidup di tengah masyarakat.
“HAM bukan hanya teks hukum, tapi kesadaran moral untuk memperlakukan manusia dengan martabat yang sama. Tidak boleh ada warga yang dipinggirkan karena keyakinannya. Itulah makna kebebasan yang sejati,” pungkasnya.
• Red