Reportikaindonesia.com // Kota Tasikmalaya, Jawa Barat – Polemik pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) Aqua di Kota Tasikmalaya kembali mencuat setelah pemberitaan di Artha News berjudul “Mengelak, Perusahaan Aqua Kota Tasikmalaya; Klarifikasi Keterbukaan Pengelolaan CSR, & Tanggapan Publik Berbeda Iklan Dengan Kenyataan” ikut menyoroti sikap perusahaan yang dinilai tidak lugas menjawab pertanyaan publik.
Alih-alih memberikan penjelasan rinci dan terukur, klarifikasi yang disampaikan pihak perusahaan dinilai sekadar mengelak dari pokok persoalan dan belum menyentuh tuntutan utama: transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Dalam materi iklan dan kampanye komunikasinya, Aqua kerap menonjolkan komitmen terhadap kepedulian sosial, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Namun di sisi lain, warga sekitar, unsur masyarakat sipil, dan pemerhati kebijakan publik justru mempertanyakan di mana, bagaimana, dan sejauh mana program CSR itu benar-benar dijalankan di tingkat Kota Tasikmalaya.
Publik melihat ada jarak antara apa yang digembar-gemborkan dalam iklan dengan realitas di lapangan. Narasi “peduli lingkungan dan masyarakat” tampak manis di layar, tetapi ketika ditanya secara konkret: datanya mana, kegiatannya apa, dan siapa penerimanya, jawaban perusahaan cenderung normatif dan mengambang.
Merujuk pemberitaan Artha News, klarifikasi yang disampaikan pihak perusahaan kepada media dan publik justru menimbulkan pertanyaan baru. Pihak perusahaan disebut hanya menyuguhkan jawaban umum, tanpa memaparkan secara detail:
1. Rincian program CSR per tahun (jenis program, lokasi, sasaran penerima manfaat);
2. Total nilai anggaran CSR dan sumber pembiayaannya;
3. Mekanisme penentuan penerima manfaat (apakah melibatkan pemerintah daerah, lembaga independen, atau hanya internal perusahaan);
4. Bentuk pelaporan dan pertanggungjawaban kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
Padahal, di tengah meningkatnya tuntutan tata kelola yang baik (good governance), perusahaan yang beroperasi di suatu daerah dituntut untuk tidak hanya taat pada regulasi teknis, tetapi juga transparan secara sosial terhadap dampak dan kontribusinya kepada masyarakat.
Sudut Pandang Regulatif: Kewajiban Bukan Sekadar Sukarela
Dalam perspektif regulatif, CSR bukan semata-mata “kebaikan hati” korporasi, tetapi berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Secara prinsip, Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) mengatur bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Di sejumlah daerah, kewajiban ini juga diperkuat melalui Peraturan Daerah (Perda) tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan / CSR yang mengatur:
Kewajiban pelaporan kegiatan CSR kepada pemerintah daerah;
Sinergi program CSR dengan prioritas pembangunan daerah;
Mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan CSR.
Jika Aqua beroperasi di wilayah Kota Tasikmalaya dan memanfaatkan sumber daya lokal, maka secara regulatif perusahaan tidak cukup hanya memasang iklan “peduli”, tetapi juga dituntut untuk:
Menyusun program CSR yang jelas, terukur, dan terdokumentasi;
Melaporkan program tersebut kepada pemerintah daerah;
Membuka informasi kepada publik sejauh hal itu menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Ketiadaan data rinci dan laporan yang mudah diakses publik berpotensi menimbulkan dugaan bahwa program CSR lebih kuat di ranah promosi dibanding sebagai instrumen nyata penguatan sosial dan lingkungan.
Berdasarkan penelusuran awal dan informasi yang berkembang di publik, terdapat sejumlah indikasi ketidaksesuaian antara klaim iklan dan fakta lapangan, antara lain:
Program dan slogan nasional yang diagungkan tidak jelas wujudnya di Kota Tasikmalaya;
Warga di sekitar area operasional perusahaan mengaku minim dilibatkan dalam kegiatan CSR yang substansial;
Informasi mengenai jadwal, jenis program, dan penerima manfaat CSR tidak mudah ditemukan, baik di platform resmi perusahaan maupun melalui kanal pemerintah daerah.
Kondisi ini menguatkan pertanyaan:
apakah CSR Aqua di Kota Tasikmalaya betul-betul menyentuh warga yang terdampak, atau sekadar mengedepankan pencitraan melalui iklan dan publikasi?
Menyikapi situasi tersebut, beberapa elemen masyarakat, pegiat sosial, dan pemerhati kebijakan publik mendorong:
1. Perusahaan Aqua Kota Tasikmalaya membuka data rinci program CSR dalam beberapa tahun terakhir, meliputi nilai anggaran, jenis kegiatan, lokasi, dan penerima manfaat;
2. Pemerintah Kota Tasikmalaya melalui dinas terkait menyusun basis data CSR dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan CSR perusahaan-perusahaan di wilayahnya;
3. Penyelenggaraan forum dialog publik yang mempertemukan perusahaan, pemerintah daerah, dan perwakilan masyarakat untuk menyelaraskan prioritas CSR dengan kebutuhan nyata di lapangan;
4. Dilakukannya audit sosial terhadap klaim-klaim CSR, khususnya yang sudah dipublikasikan melalui iklan maupun kampanye komunikasi perusahaan.
Dengan langkah tersebut, CSR diharapkan tidak lagi berhenti sebagai jargon “peduli”, tetapi menjadi instrumen konkret penguatan kesejahteraan dan keadilan sosial di tingkat lokal.
Mengundang Klarifikasi Ulang yang Terukur dan Dapat Diverifikasi
Reportika Indonesia mencatat bahwa, sampai sejauh ini, klarifikasi perusahaan belum menjawab secara tegas tiga pertanyaan kunci:
1. Berapa besar nilai CSR Aqua di Kota Tasikmalaya per tahun, dan dialokasikan untuk program apa saja secara rinci?
2. Siapa saja penerima manfaat langsung CSR, dan apa indikator keberhasilannya?
3. Bagaimana mekanisme pelaporan dan pengawasan CSR yang melibatkan pemerintah daerah dan unsur masyarakat?
Tanpa jawaban yang jelas, terukur, dan dapat diverifikasi, publik akan terus menilai bahwa perusahaan lebih sibuk mempercantik citra ketimbang membuka fakta.
Sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial dan jurnalisme publik, Reportika Indonesia akan terus memantau, menelusuri, dan mengonfirmasi setiap informasi terkait pengelolaan CSR perusahaan di Kota Tasikmalaya, termasuk Aqua, serta mendorong agar regulasi terkait CSR benar-benar ditegakkan dan diawasi, bukan sekadar menjadi teks di atas kertas.
(RI-015)


