Reportikaindonesia.com // Bandung, Jawa Barat – 24 November 2025. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar podcast bertema Penegakan Hak Asasi Manusia dan Toleransi Beragama di Jawa Barat dengan menghadirkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia Jawa Barat sebagai narasumber utama.
Dalam kesempatan tersebut, Kakanwil menjelaskan bahwa lahirnya Kementerian Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari implementasi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya dalam penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Kakanwil menyoroti isu toleransi di Jawa Barat yang kerap diberi stigma sebagai provinsi intoleran. Menurutnya, label tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan. Banyak persoalan yang muncul justru dipicu oleh faktor sosial, ekonomi, dan arus pendatang, bukan murni konflik keagamaan.
Ia menegaskan bahwa sebagian besar masyarakat asli Jawa Barat memiliki tradisi hidup berdampingan yang kuat, namun sering kali pemberitaan media dan narasi di media sosial membentuk persepsi yang tidak utuh.
Untuk merespons persoalan tersebut, Kanwil KemenHAM Jawa Barat menerapkan tiga pendekatan utama:
Pendekatan Struktural
Melalui penguatan regulasi, evaluasi kebijakan lama seperti SKB pendirian rumah ibadah, serta mendorong revisi aturan yang dinilai tidak lagi relevan dengan realitas sosial saat ini.
Pendekatan Kultural
Dialog lintas agama, keterlibatan tokoh agama, festival toleransi, serta program-program berbasis kebudayaan untuk menanamkan nilai saling menghargai dalam keberagaman.
Pendekatan Media Sosial
Mengajak generasi muda menjadi agen toleransi dengan menyebarkan narasi damai, edukatif, dan positif di ruang digital agar tidak mudah terprovokasi isu-isu sensitif.
Dalam forum tersebut, Kakanwil juga mengajak Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung untuk berkolaborasi dalam kajian akademik terkait regulasi HAM dan kebebasan beragama, termasuk evaluasi kebijakan lama yang berpotensi menjadi sumber konflik.
Kampus diharapkan tidak hanya menjadi pusat teori, tetapi juga turut berperan dalam penyelesaian konflik sosial berbasis keagamaan melalui penelitian, rekomendasi kebijakan, serta pengabdian masyarakat.
Podcast ditutup dengan pesan reflektif bahwa esensi toleransi bukan sekadar menerima perbedaan, tetapi menghargai dan merawatnya dengan penuh kesadaran. Kakanwil menegaskan pentingnya kolaborasi semua pihak pemerintah, akademisi, tokoh agama, dan generasi muda dalam menjaga harmoni sosial di Jawa Barat.
“Toleransi bukan hanya soal berdampingan, tapi soal memanusiakan manusia tanpa melihat perbedaan keyakinan.”
• Red


