Reportikaindonesia.com // Karawang, Jawa Barat – Pasca dua korban tindak kekerasan membuat Laporan Pengaduan) (LP) ke Satreskrim, sampai saat ini belum ada tindak penangkapan oleh Polres Karawang terhadap pelaku penganiayaan disertai pencekokan air kencing dan minuman keras.
Bahkan muncul polemik di tengah-tengah masyarakat, apakah karena salahsatu Pelaku merupakan seorang Oknum Pejabat yang dekat dengan ‘Penguasa Karawang’, sehingga proses penangkapan tidak segera dilakukan Polres Karawang. Padahal, tindakan tak manusiawi yang dilakukan Oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut jelas kriminal murni.
Ketua LBH IWO Indonesia Kabupaten Karawang, Darus Hayina Umami angkat bicara, pihaknya sangat mengecam keras terhadap tindakan tak terpuji yang dilakukan oleh Oknum ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang tersebut. Pihaknya pun mendesak, agar Kepolisian secara tegas menegakan supremasi hukum, dimana dalam penanganan proses hukum terhadap penganiaya aktifis dan wartawan itu harus profesional dan transparan.
“Jangan sampai ada dugaan tebang pilih, baik Pejabat atau Masyarakat itu semua sama di mata hukum. Intinya Pihak Kepolisian harus transparan, jangan sampai ini mejadi preseden buruk, seolah-olah aktifis dan wartawan yang mengkritisi Kinerja Pemerintah dapat dibungkam, kemudian proses hukum menghilang,” ujarnya kepada awak media, Rabu (21/9/2022).
Disoal ketika semisal di kemudian hari Aparat Penegak Hukum (APH) menempuh mediasi dalam upaya damai ke kedua belah pihak, Darus menekankan, bawah IWO Indonesia berharap agar Polres Karawang dapat memproses perkara ini dengan seadil-adilnya. Persoalan Restoratif Justice itu terdapat syarat-syarat tersendiri untuk menerapkannya, tapi penanganan delik umum ini walaupun ada perdamaian, proses hukum harus tetap berjalan karena delik ini tidak sertamerta karena ada perdamaian kasus dihentikan.
“Terkait persoalan Restoratif Justice (RJ) memang diatur dalam Undang-undang (UU), namun keterkaitan masalah ini kan mengaitkan Instansi Pemerintahan atau Jabatan Pemerintahan, jadi menurut saya, damai boleh saja, tapi proses hukum harus tetap ditegakkan,” tegasnya.
Berkaitan masalah proses, Darus mengungkapkan, jika dalam kasus ini dugaan yang diterapkan dalam Laporan Pengaduan (LP) yakni penerapan pasal 351, sedangkan menurut keterangan korban, jika yang melakukan penganiayaan itu tidak sendiri, tetapi bersama-sama kurang lebih 5 orang pelaku.
“Seharusnya kalau tindak kekerasan pengeroyokan, penerapan pasalnya 170, karena itu sudah termasuk kategori perbuatan kekerasan secara bersama-sama, dimana ancaman hukumannya pun lebih lama dari pasal 351, karena pasal 170 itu ancaman hukuman diatas 5 tahun. Kemudian pihak kepolisian memiliki kewajiban untuk melakukan penahanan,” jelasnya.
Darus menambahkan, jika korban mengetahui siapa saja yang melakukan tindak kekerasan, kemudian pihak korban juga sudah diperiksa, tentunya Pihak Kepolisian harus segera memanggil orang-orang yang melakukan tindakan kekerasan tersebut. Apabila terpenuhi bukti-bukti, maka segera tahan dan jangan terkesan dilama-lama.
“Pasal 351 dan 170 itu memang masuk delik umum, dimana tanpa ada yang melaporkan pun ketika menerima informasi, Kepolisian harus bertindak segera,” katanya.
Masih Darus menambahkan, karena terkait hak seseorang menyampaikan pendapat, apabila kasus ini kemudian menguap, dalam arti landai secara tiba-tiba, maka akan menjadi persoalan. Kedepan akan banyak aktivis dan wartawan yang merasa ketakutan ketika menyampaikan kritik dan sosial kontrolnya. Bisa saja terjadi kembali, dianiaya Oknum Pejabat kemudian menghilang kasusnya.
“Kami percayakan kepada Pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Karawang untuk dapat melakukan proses hukum yang profesional,” pungkasnya.
(*/Darmawan)