Reportikaindonesia.com // Jawa Barat – Adanya penutupan akses jalan warga oleh klain sepihak dari pihak yang bersengketa dengan menembok jalan umum yang sekian puluh tahun digunakan oleh masyarakat menjadi atensi perhatian dari Tim Pelayanan Komunikasi Hak Asasi Manusia Kanwil Kemenkumham Jawa Barat. Hal ini terkait penutupan akses jalan / gang yang berdampak pada puluhan warga di RW 012 Desa Kertamulya . Tim ini dipimpin langsung oleh Kepala Bidang Hak Asasi Manusia Hasbullah Fudail bersama Kasub Pemajuan HAM dan Staf.
Setelah mengunjungi dan mengumpulkan berbagai data lapangan tanggal 24 Oktober 2024 untuk mengumpulkan informasi dan verifikasi Lapangan secara perspektif HAM. Selanjutnya Tim mengundang berbagai pihak terkait untuk melakukan mediasi dengan mengumpulkan berbagai pihak dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, karena mengakibatkan adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berdampak pada kehidupan warga terdampak baik dari sisi ekonomi maupun sosial budaya.
Beberapa unsur yang hadir dalam pertemuan di Ruang rapat Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 6 Nopember 2024 diantaranya :
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat diwakili Oleh Inspektur Pengawas Daerah Polda Jabar, Kepala Bagian Hukum Kabupaten Bandung Barat, Kantor ATR / Badan Pertanahan Kabupaten Bandung Barat, Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Camat Padalarang Kabupaten Bandung Barat diwakili Kasi Trantib, Kepala Desa Kertamulya, Kepala Subbid Pemajuan HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Pejabat Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Ibu Maritje Binti Nepveu beserta Kuasa Hukumnya, Perwakilan warga RW 012 Desa Kertamulya.
Rapat dibuka oleh Kepala Bagian Hukum sebagai tuan rumah untuk menfasilitasi mediasi yang digagas oleh Tim Yankoham . Selanjutnya Hasbullah Fudail dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Sebagai unit kerja pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Republik Indonesia yang memiliki salah satu tugas dan fungsi melakukan penanganan dugaan pelanggaran / permasalahan hak asasi manusia sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2022 tentang Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM.
Selanjutnya Kombes Pol Rinto Prastowo S.I.K., Irwasda Polda Jawa Barat menyampaikan bahwa perkara sengketa kepemilikan lahan ini sudah diterima laporannya oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat dan sedang dalam proses. Dikarenakan sedang berproses sehingga kita harus menunggu keputusan dari pengadilan. Bila ada satu pihak atau lebih yang tidak puas terhadap proses ini atau merasa terhalangi dengan obyek ini adalah wajar tetapi kita semua harus menghargai hukum. Tindakan penutupan akses jalan gang tersebut oleh pihak yang merasa memiliki lahan adalah tindakan terburu-buru. Apalagi berdampak kepada warga di sekitar 4 Rukun Warga (RW) yang sudah memanfaatkan akses tersebut selama puluhan tahun bahkan sejak tahun 1957. Seyogyanya para pihak dapat berbesar hati, menahan diri menjaga untuk tidak memaksakan kehendak dan menunggu hasil keputusan dari pengadilan. Hal tersebut juga agar menjaga kondusifitas.
Tanggapan Selanjutnya disampaikan oleh kuasa hukum dari Ibu Maritje yang merasa sebagai pemilik lahan yang sah yang mempertanyakan definisi dari jalan umum, jalan khusus, regulasi jalan dll. Kuasa hukum juga merasa mereka tidak bersengketa dengan siapapun. Yang ada adalah penyerobotan lahan karena tidak ada pihak lain yang memiliki dokumen kepemilikan yang sah. Mereka juga merasa selama ini justru mereka yang dilanggar HAM nya.
Menanggapi pertanyaan kuasa hukum dari Ibu Maritje, Farhan, Kepala Desa Kertamulya menyampaikan bahwa jalan gang tersebut sudah termasuk sebagai jalan umum dengan dibuktikan adanya anggaran negara yang dianggarkan sebagai pemeliharaan.
Kegiatan dilanjutkan dengan sharing season dari perwakilan masyarakat mengenai keluhannya terhadap penutupan akses jalan gang tersebut dan berharap agar akses jalan tersebut dibuka Kembali agar semua warga dapat mempergunakan kembali akses jalan yang sudah puluhan tahun memanfaatkan akses jalan tersebut.
Budi Santoso, Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Barat memberikan tanggapan bahwa pertemuan ini sekali lagi lebih menitikberatkan kepada pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran HAM beserta penanganan dugaan pelanggaran HAM tersebut terhadap penutupan akses jalan gang yang berdampak kepada puluhan kepala keluarga di wilayah tersebut. Masalah pembuktian mengenai siapa yang benar memiliki lahan tersebut silahkan berjalan dan menunggu hasil keputusan pengadilan. Yang harus dibahas adalah mengenai aspek fungsi sosialnya yaitu akses masyarakat. Sementara itu Kepala Bagian Hukum Setda Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menyampaikan pertanyaan langsung kepada Ibu Maritje mengenai kemungkinan bila jalan tersebut dibuka kembali agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat banyak.
Maritje, pihak yang merasa sebagai pemilik sah lahan tersebut menjawab bahwa pihaknya sampai waktu yang belum ditentukan tidak berkenan untuk membuka Kembali penutupan jalan tersebut karena merasa sebagai pihak yang dirugikan oleh penyerobotan yang dilakukan beberapa warga yang menempati dan mendirikan bangunan di lahan miliknya.
Dari rapat pembahasan penanganan dugaan pelanggaran HAM ini disimpulkan bahwa kesepakatan antara pihak, belum berhasil karena dari pihak Ibu Maritje sebagai pihak yang merasa pemilik lahan yang sah berkeberatan dan tidak berkenan untuk dilakukan pembukaan kembali akses jalan gang yang sekarang tertutup dan siap berperkara bila pembongkaran dinding penutup akses jalan tersebut dilakukan.
Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat mempedomani hasil rapat tersebut bahwa belum terjadi kesepakatan antara para pihak sehingga pembukaan kembali akses jalan gang yang tertutup belum memungkinkan dilakukan. Selanjutnya Tim Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat merekomendasikan kepada Masyarakat agar menempuh upaya hukum lain dalam memperjuangkan hak-hak nya. Hasil kerja Tim Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat selanjutnya akan melaporkan hasil Penangana Dugaan Pelanggaran HAM ini kepada Direktur Jenderal Hak Asasi.
• Red